Apakah SKK Migas dan BPH Migas Masih Dibutuhkan?

Apakah SKK Migas dan BPH Migas Masih Dibutuhkan?

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 27 Jul 2017 12:13 WIB
Foto: Michael Agustinus
Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terancam dibubarkan.

Sebab, dalam draft Rancangan Undang Undang (RUU) Migas) yang diserahkan ke Komisi VII DPR RI ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, SKK MIgas dan BPH Migas akan dilebur dengan PT Pertamina (Persero), menjadi Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.

Bagaimana dampak pembubaran SKK Migas dan pembentukan BUK Migas ini bagi industri hulu migas di dalam negeri?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Deputi Perencanaan SKK Migas, Haposan Napitupulu, berpendapat pembentukan BUK Migas bisa saja membawa dampak positif, tapi juga bisa menambah kerumitan.

Yang jadi masalah bukan bentuk badannya, apakah itu SKK Migas atau BUK Migas, tapi tugas dan fungsinya. Kalau tugas dan fungsi BUK Migas bisa memberi kemudahan pada investor, tentu industri hulu migas nasional akan bergairah.

Haposan mencontohkan, ketika SKK Migas masih bernama Biro Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA) di bawah Pertamina, investor hulu migas mendapat kemudahan karena semua perizinan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pembebasan lahan, dan sebagainya diurus oleh BKKA.

Boleh dibilang, kontraktor tinggal duduk tenang saja, semua perizinan beres, tak perlu keliling minta paraf ke berbagai instansi. Kalau BUK Migas diberi kewenangan seperti ini, tentu investor hulu migas senang sekali.

"Sebetulnya bukan masalah bentuk badannya apa. Sekarang produksi dan cadangan migas turun karena pemboran sedikit. Kontraktor-kontraktor besar punya uang, tapi kesulitan mengurus perizinan," ujar Haposan kepada detikFinance, Kamis (27/7/2017).

Dengan bentuk organisasi sekarang pun sebenarnya masalah itu bisa diselesaikan, tinggal berikan kewenangan kepada SKK Migas mengurus perizinan hingga pengadaan lahan untuk kegiatan usaha hulu migas. "Enggak masalah juga seperti sekarang," tukas dia.

Bayangkan saja, sekarang ini ada lebih dari 300 izin dan hampir 900 tanda tangan yang harus diurus investor untuk melakukan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia.

Kalau saja BUK Migas diserahi tugas dan fungsi seperti BKKA zaman dulu, tentu akan sangat positif bagi industri hulu migas. "Sekarang ada 873 paraf di berbagai instansi yang harus dikumpulkan investor. Kalau dulu BKKA itu yang urus," ucapnya.

Menurut Haposan, bentuk badan paling ideal untuk mengelola kegiatan usaha hulu migas nasional adalah seperti Petronas di Malaysia, alias seperti Pertamina di masa lalu.

"Kalau di Petronas, dia kan langsung di bawah Perdana Menteri. PTT Thailand juga. Seperti Pertamina dahulu, bisa mempercepat kegiatan produksi migas," paparnya.

Sementara itu, Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, menjelaskan kalau BPH Migas dilebur ke dalam Pertamina, maka Pertamina akan menjadi pemain sekaligus wasit di bisnis hilir migas. Ibaratnya dalam permainan sepakbola ada pemain di lapangan yang sekaligus berperan sebagai wasit. Tentu sang pemain sekaligus wasit itu bisa bertindak sesukanya.

UU Migas tahun 2001 menggantikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1971 agar tercipta iklim bisnis yang sehat. Dibuat BPH Migas sebagai 'wasit' di lapangan untuk mengawasi para pemain, termasuk Pertamina.

"Dulu ada namanya UU Nomor 8 Tahun 1971. Pertamina itu regulator merangkap operator. Kalau pemain merangkap sebagai wasit, kira-kira bagaimana permainan itu? Makanya dibuat BPH Migas. Ada pemerintah sebagai regulator, BPH Migas yang mengatur dan mengawasi, ada badan usaha. Kami komite BPH Migas ini 9 orang independen, profesional," kata Fanshurullah.

Kalau BPH Migas dibubarkan, menurutnya, merupakan kemunduran. "Coba kalau tidak ada BPH Migas, pemain juga pengatur dan operator, dimonopoli, harga nanti semau-maunya saja," paparnya.

Harusnya BPH Migas diperkuat di UU Migas yang baru nanti, bukan malah dibubarkan. Penguatan BPH Migas akan mendorong para pelaku usaha supaya lebih efisien, sehingga masyarakat bisa menikmati BBM dan gas dengan harga lebih murah.

"Bahkan ke depan BPH Migas mestinya mengatur dan mengawasi mulai dari pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga. Jadi kilang-kilang mesti diawasi, pengangkutan, penyimpanan," pungkas Fanshurullah. (mca/wdl)

Hide Ads