Terima Suap Rp 14 Miliar, Pegawai Pajak Dinonaktifkan

Terima Suap Rp 14 Miliar, Pegawai Pajak Dinonaktifkan

Maikel Jefriando - detikFinance
Rabu, 13 Sep 2017 14:03 WIB
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta - Agoeng Pramoedya (AP), penerima suap senilai Rp 14 miliar sudah nonaktif dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Ini menyusul penahanan Agoeng oleh Kejaksaan Agung pada Senin (11/9) kemarin.

"Sejak ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan sudah non job," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, kepada detikFinance, Rabu (13/9/2017).


Hestu menyatakan, penahanan AP merupakan pengembangan dari kasus yang melibatkan JJ atau yang bernama lengkap Jajun Jaenuddin. JJ ditetapkan sejak 4 Mei 2017. JJ diduga menyalahgunakan wewenang karena diduga menerima suap dari beberapa perusahaan, baik secara langsung hingga melalui perantara, seperti office boy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak JJ ditetapkan dan berdasarkan informasi dari kejaksaan bahwa ada yang menyangkut AP. AP langsung tidak diberikan penugasan yang berhubungan dengan wajib pajak. Kita berkoordinasi penuh dengan Kejagung," paparnya.

Proses yang berlangsung dipastikan Hestu sesuai dengan regulasi yang berlaku. Bila nanti dikeluarkan putusan, maka AP juga akan menjalani proses pemecatan sebagai PNS Ditjen Pajak.

"Kita akan lakukan pemberhentian setelah ada putusan, begitu ketentuannya," ujar Hestu.


Penahanan AP dan JJ, kata Hesu, sebenarnya tak lepas dari peran pengawasan internal. Aksi JJ sudah terpantau sejak beberapa tahun lalu, saat ada beberapa laporan yang tidak benar. Setelah ditelusuri penyidik internal, diketahui sosok di belakangnya adalah JJ.

"Maka JJ kita berikan hukuman diberhentikan dan kejaksaan ambil alih pidana korupsi," tukasnya.

Hestu meyakini bahwa kasus ini merupakan ulah oknum. Ia mengingatkan kepada jajaran pegawai agar tidak melakukan hal yang sama.

"Jadi peringatan ke pegawai jangan coba-coba. Kalau tidak diambil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejagung maka internal sendiri akan mengungkap hal-hal semacam itu. Tidak ada toleransi," tegas Hestu. (mkj/mkj)

Hide Ads