Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menjelaskan angka tersebut membuktikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat sebagai konsumen hanya sebatas menerima tanpa memperjuangkan haknya. Padahal, seharusnya konsumen bisa mendapatkan lebih.
"Dari data yang ada, menunjukkan indek keberdayaan konsumen untuk tahun 2016 baru 30,86% dibandingkan Eropa 51%. Artinya keberdayaan konsumen masih menjadi PR kita," kata pria yang akrab disapa Enggar di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bagaimana manfaat yang akan diterima konsumen, apa yamg bisa memberikan dampak negatif dan merugikan konsunen. Ke depan kita akan sangat keras apabila ada kegiatan yang merugikan konsumen. Karena pada dasarnya rakyat Indonesia 250 juta lebih adalah konsumen," terangnya.
Enggar juga mengatakan, mengedepankan kebutuhan konsumen menjadi salah satu tugas pemerintah. Pemerintah juga bertangungjawab untuk menjaga hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh konsumen, serta memberikan edukasi terhadap konsumen.
Namun, kata Enggar, dalam medorong hal itu pemerintah pusat perlu melakukan sinkronisasi terhadap pemerintah daerah (Pemda). Pasalnya Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas sehingga sangat sulit jika pemerintah pusat (Pempus) hanya mengawasi sendiri.
"Keberpihakan perlindungan ke konsumen adalah sesuatu wajib dan mutlak. Kami sungguh harapkan kerja sama dengan Pemda, Pempus tidak mungkin menjangkau sampai pelosok. Untuk itu secara berjenjang kami mohon mengkoordinir seluruh Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kepekaannya kewaspadaannya di dalam melihat berbagai hal yang bisa mengganggu atau melanggar hak-hak konsumen," jelasnya.
"Disusun juga antara Pempus dan Pemda ada sinkronisasi. Maka Pempus dan Pemda yang pada dasarnya satu, bisa membuat konsumen cerdas. Untuk mengedepankan konsumen, baik dari kualitas maupun harga. Jadi misalnya ada pengendalian-pengendalian harga semua untuk kepentingan konsumen," tutupnya. (ang/ang)