Hal tersebut diungkapkan, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai, Robert Leonard Marbun saat berbincang dengan detikFinance di Kantornya, Jakarta, Selasa (19/8/2017).
Robert mengatakan, tujuan pengenaan pajak impor barang penumpang juga menciptakan asas keadilan, serta melindungi industri dalam negeri yang memproduksi produk yang sama dengan yang berada di luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melanjutkan, pengenaan pajak impor barang penumpang juga ditujukan kepada masyarakat agar lebih patuh dalam mendeklarasikan barang-barang yang dibelinya dari luar negeri.
"Kalau kita minta patuh saja, berlaku untuk semuanya. Dan itu harus kerjasama Bea Cukai dan masyarakat," tambah dia.
Batasan pengenaan pajak impor barang penumpang dalam PMK Nomor 188 Tahun 2010 ditetapkan untuk individu sebesar US$ 250 dan untuk keluarga sebesar US$ 1.000.
"Intinya kita penegakan hukum enggak seperti main hajar gitu, kita memperhatikan kenyamanan, dan standar level kenyamanan, kalau kami kena pemeriksaan terus ditemukan lalu bayar, ada prinsip kami melayani masyarakat patuh," jelas dia.
Selain itu, kata Robert, para petugas bea dan cukai yang bertugas di bandara juga masih sulit membedakan mana barang yang baru dibeli dari luar negeri dan tidak, serta mana yang dikonsumsi sendiri mana yang akan diperjualbelikan.
"Ya agak sulit, jadi tentu kalau bagi yang terkena pemeriksaan, ada argumentasi sendiri, ya inilah niat baik dan kesadaran yang penting, kalau yang debat itu repot. Contoh, ada yang bilang 3 dipakai sendiri, buat saya kalau traveling itu kelihatan, itu bukan baru atau baru, kaya sepatu kelihatan juga, jadi sama-sama saling membantu," papar dia. (mkj/mkj)