Bagaimana respons pengusaha terhadap kebijakan tersebut? Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, mengatakan kenaikan UMP tersebut bakal menyusahkan pengusaha.
Apalagi, kenaikan UMP itu terjadi di tengah situasi toko-toko ritel tutup. Contohnya, 7-Eleven, Matahari di Pasaraya dan Blok M, dan yang terakhir Lotus serta Debenhams.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya menyusahkan, menambah beban yang mesti dibayar," ujar Roy kepada detikFinance, Senin (30/20/2017).
Roy mengatakan, seharusnya perumusan UMP itu melibatkan pengusaha, sehingga bisa menyesuaikan dengan kondisi ritel yang sedang lesu saat ini.
Bahkan, kata Roy, Kenaikan UMP tersebut ditunda dulu karena situasi yang tidak memungkinkan, dan akan dibayarkan nanti berdasarkan waktu yang disepakati semua pihak.
"Makanya saya selalu dalam berbagai kesempatan mengatakan kebijakan UMP harus melibatkan pengusaha. Kebijakan yang rumusan inflasi tambah produk domestik bruto itu," kata Roy.
"Jadi pengusaha mesti dilibatkan karena kelangsungan bisnis tergantung dari mampunya perusahaan membayar biaya tenaga kerja, macam-macam, sewa dan produktivitas,faktor biaya banyak," lanjutnya.
Baca juga: Upah Minimum Provinsi di 2018 Naik 8,71% |
Menaker menetapkan UMP 2018 sebesar 8,71%, dan akan diumumkan serentak pada Rabu, (1/11/2017). Kasubdit Standarisasi dan Pengupahan Ditjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Dinar Titus, menjelaskan cara menghitung UMP, yaitu besaran UMP saat ini dikali persentase kenaikan.
"Contohnya di Provinsi DKI Jakarta, UMP-nya saat ini Rp 3.355.750 x 8,71% = Rp 292.285. Kemudian Rp 3.355.750 + Rp 292.285 = Rp 3.648.035. Kurang lebih seperti itu," terang Dinar, di Jakarta, Senin (30/10/2017).
(hns/hns)