Pemerintah Diminta Telusuri WNI yang Masuk Paradise Papers

Pemerintah Diminta Telusuri WNI yang Masuk Paradise Papers

Puti Aini Yasmin - detikFinance
Sabtu, 11 Nov 2017 15:30 WIB
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta - International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) merilis data yang terkait aktivitas offshore perusahaan atau dikenal dengan Paradise Papers. Sebanyak 120 nama politikus hingga pemimpin dunia masuk ke dalam daftarnya.

Namun ICIJ menjelaskan ada legitimasi penggunaan perusahaan offshore. Mereka menegaskan nama-nama yang disebut belum tentu melanggar hukum sehingga harus ada konfirmasi kembali kepada pihak tersebut.

Terkait hal ini, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebaiknya melakukan penelitian terkait persoalan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Sri Mulyani perlu meneliti ini. Apalagi sudah berjanji untuk menelusurinya. Jadi, kita tunggu saja bagaimana hasil dari penelusuran Sri Mulyani terhadap Paradise Papers tersebut," kata Hendrawan di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11/2017).

"Kita tunggu saja akan muncul nama dan kasus baru lainnya dengan melakukan integritas ini," lanjut Hendrawan.

Selain itu, ia juga mengatakan untuk menghindari hal tersebut bukan hanya dibutuhkan kerja sama dalam negara saja tapi juga dibutuhkan kerjasama global.


Pasalnya, persoalan ini terjadi bukan hanya di Indonesia namun terjadi di beberapa negara.

"Ya harus melakukan kerja sama global ini kan fenomena global bukan satu negara. Jadi harus ada kesepakatan global untuk mengatasi hal ini," terang Hendrawan.

Sementara itu, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho, mengatakan pada dasarnya pemerintah memiliki komitmen yang kuat terhadap hal ini. Sehingga pemerintah akan mengambil beberapa langkah.


Ia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan kepemilikan usaha yang tidak terbuka. Sehingga saat ini pemerintah dikatakan sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait hal tersebut.

"Satu, mengenai ini kan kata kuncinya karena kepemilikan usaha tidak terbuka. Nah pemerintah sekarang sedang menyiapkan Perpres tentang itu untuk membuka kepemilikan usaha," jelasnya.


Selanjutnya, terkait dengan intervensi data. Ia memberi contoh, data antara bisnis dengan data perpajakan yang sekarang sedang dilakukan percobaan dengan EITI (Extractive Industries Transparency Initiatives).

"Intervensi data jadi intervensi data antara bisnis misalnya dengan data perpajakan yang sekarang kita coba dengan EITI jadi inisiatif transparansi yang berkaitan dengan sektor ekstraktif. Kita sudah memulai membuka itu," sambungnya. (hns/hns)

Hide Ads