Sebagai komoditas pangan pokok utama, beras mempunyai kedudukan sangat penting dari sisi ekonomi maupun sosial. Karena itu, terjadinya fluktuasi harga dan inflasi akan berdampak terhadap kesejahteraan petani dan masyarakat.
"Pemerintah secara terus menerus dan berkesinambungan dalam tiga tahun terakhir, telah melakukan berbagai langkah kebijakan dan strategi dalam upaya menekan kenaikan harga beras di pasar," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi, dalam keterangan tertulis dari Ditjen Pangan Kementan, Kamis (16/11/2017).
Agung mengatakan itu dalam sosialisasi Permendag 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras dan Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras, di Surabaya, hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agung, berbagai regulasi ditetapkan untuk mengatur dan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. UU itu berisi Pemerintah Pusat dan Daerah bertugas mengendalikan dan bertanggung jawab atas ketersediaan bahan pangan pokok dan strategis di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih lanjut Agung mengatakan, beras sebagai bahan pangan pokok harus tersedia dalam jumlah yang memadai, memenuhi standar mutu serta pada tingkat harga yang wajar. Hal ini agar masyarakat mudah memperoleh beras.
Kehadiran kedua regulasi tersebut bertujuan untuk menciptakan tata niaga beras yang berkeadilan. Pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras di dalam Permendag 57 Tahun 2017 telah mempertimbangkan struktur biaya yang wajar dalam hal biaya produksi, distribusi, keuntungan seluruh pelaku serta biaya lainnya.
Ketentuan HET yang telah ditentukan harus menjadi acuan bagi seluruh pelaku usaha dalam pemasaran beras di tingkat eceran. Dalam beleid ini, pelaku usaha wajib mencantumkan: (a) Label Medium/Premium pada kemasan; (b) Label Harga Eceran Tertinggi pada kemasan; dan (c) Ketentuan Harga Eceran Tertinggi dikecualikan terhadap Beras Khusus.
Dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2017 juga diatur sanksi bagi pelaku usaha yang menjual harga beras melebihi HET akan dikenai sanksi pencabutan izin usaha oleh pejabat penerbit, setelah diberikan peringatan tertulis oleh pejabat penerbit.
Ketentuan besaran HET beras per wilayah adalah:
(a) Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi untuk ,edium Rp 9.450/kg dan Premium Rp 12.800/kg;
(b) Sumatera lainnya dan Kalimantan untuk medium Rp 9.950/kg dan premium Rp 13.300/kg;
(c) NTT untuk medium Rp 9.500/kg dan premium Rp 13.300/kg;
(d) Maluku dan Papua untuk medium Rp 10.250/kg dan premium Rp 13.600/kg.
Pada saat Permendag 57 tahun 2017 berlaku, ketentuan Harga Acuan Pembelian dan Penjualan untuk komoditi beras pada Permendag 27 Tahun 2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selain ketentuan HET Beras, Agung juga menjelaskan bahwa, penerbitan Permentan Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi hak konsumen. Selain itu menjadi dasar pelaksanaan pengawasan kualitas dan harga beras.
Dalam peraturan ini, kualitas beras dibagi menjadi kelas mutu, yaitu medium dan premium. "Di luar kedua kelas mutu tersebut, terdapat jenis beras khusus, yaitu beras ketan, beras merah, beras hitam, dan beras khusus dengan persyaratan," kata Agung.
Termasuk beras khusus dengan persyaratan yakni beras kesehatan, beras organik, beras indikasi geografis, beras varietas lokal yang telah mendapatkan pelepasan oleh Menteri Pertanian, dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam pengendalian harga beras dengan kehadiran dua regulasi yang diterbitkan 1 September 2017 dan berlaku efektif 15 September 2017 tersebut, kini telah menunjukkan keberhasilan, seiring dengan menurunnya pengaruh komponen bahan pangan terhadap inflasi pada Oktober yakni 0,01%.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi harga dan stok beras di PIBC Jakarta sebagai barometer harga beras nasional, yang memiliki kedudukan sangat penting dalam mempengaruhi harga beras di berbagai wilayah Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementan, tercatat sejak Oktober hingga 16 November 2017 beras medium mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 14% atau dari Rp 9.050/kg pada awal Oktober turun menjadi Rp 7.800/Kg. Hal tersebut tersebut karena didukung dengan peningkatan stok di PIBC sebesar 46.818 ton lebih tinggi 25,28% dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Data lainnya dari Kementan, tidak hanya penurunan harga beras medium terjadi di PIBC, penurunan harga beras premium juga terjadi di beberapa retail modern di Jabodetabek dan wilayah Indonesia lainnya. Penurunan harga bahkan turun hingga 50%. Sebelum Permendag No 57 Tahun 2017 berlaku, harga beras premium bisa mencapai Rp 22.000-36.000/kg dan turun drastis menjadi Rp 12.800/kg. Diprediksi kondisi harga beras akan tetap stabil hingga akhir tahun menjelang Natal dan Tahun baru.
Hal ini didukung dengan potensi produksi padi pada November (4.663.055 ton) dan Desember 2017 (4.469.431 ton). Namun produksi tersebut di luar produksi Papua dan Papua Barat. (nwy/hns)