Hal tersebut diungkapkan Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Yon Arsal di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (26/11/2017).
Adapun, PP 36 Tahun 2017 mengatur tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yon menyebutkan, dari 786 ribu WP ini yang merupakan peserta tax amnesty sebesar 98% dan sisanya 2% merupakan peserta tax amensty.
Adapun, data ini juga merupakan limpahan dari 60-an lembaga yang menyerahkan kepada Ditjen Pajak. Otoritas pajak sendiri, lanjut dia, memiliki banyak data terkait aset berupa properti, kendaraan bermotor, hingga saham.
"Dari 786 ribu. Ada yang sudah ikut TA ada yang belum ikut TA. Yang sudah keluar lembar pengawasan per hari ini sekitar 7.000 WP," tambah dia.
Sementara itu, Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan Ditjen Pajak Tunjung Nugroho mengatakan, pihaknya telah menerbitkan 1.500 instruksi pemeriksaan, dari total instruksi terdapat 200 laporan hasil pemeriksaan.
"Data bergerak terus. Sampai saat ini sudah dikeluarkan lebih dari 1000 insturksi pemeriksaan. Sudah kita jalankan dan yang sudah selesai, 200 laporan hasil pemeriksaan. Nilai ketetapan pajaknya sampai saat ini mencapai Rp 300 miliar lebih," kata Tunjung.
Diketahui, PP 36 Tahun 2017 ini juga menjadi acuan tarif bagi para wp baik peserta tax amnesty maupun tidak jika kedapatan mengungkapkan harta yang selama ini belum diungkapkan.
Tarif sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2017. Di mana, orang pribadi sebesar 30%, badan umum sebesar 25%, dan orang pribadi atau badan tertentu sebesar 12,5%.
Jika WP melaporkan sebelum Ditjen Pajak menemukan harta yang selama ini belum diungkap maka yang harus dibayarkan tarif normal yang sesuai dengan PP 36.
Sedangkan bagi wp yang tidak ungkap dan ditemukan oleh Ditjen Pajak maka akan kena sanksi 200% bagi yang peserta tax amnesty, dan 2% maksimal 24 bulan bagi yang tidak ikut tax amnesty. (dna/dna)