Kasubdit Administrasi dan Informasi Penerimaan Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, Samingun mengatakan, salah satu modus peredaran benda meterai tempel ini dijual secara online dengan harga yang lebih murah.
"Ada itu sekarang lewat online, banyak itu, tadi disampaikan indikasi mana yang asli dan mana yang palsu, yang ilegal itu adalah yang tidak di cetak peruri dan tidak dijual oleh Pos, ciri-cirinya enggak masuk," kata Samingun di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samingun mengakui, sampai saat ini Ditjen Pajak beserta PT Pos Indonesia dan Perum Peruri belum mampu menghitung berapa jumlah benda meterai ilegal setiap tahunnya.
Dia menyebutkan, untuk kebutuhan benda meterai di Indonesia setiap tahunnya mencapai 800 juta keping. Adapun sesuai dengan PP Nomor 28 Tahun 1986 tentang pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai, maka hal itu ditujukan kepada dua perusahaan pelat merah alias BUMN yakni PT Pos Indonesia sebagai penjual resmi, dan Perum Peruri sebagai perusahaan pencetak.
 Meterai Palsu. Foto: Masnurdiansyah | 
Target sasaran dari modus peredaran benda meterai ilegal ini juga merupakan perusahaan-perusahaan yang tergolong sebagai pengguna materai dalam jumlah besar, salah satunya di sektor keuangan.
"Karena hanya Peruri satu-satunya perusahaan di Indonesia yang cetak, yang jual PT Pos, makanya kita adakan sosialisasi ini, agar masyarakat tidak tergiur karena murah enggak taunya ilegal," jelas dia.
Mengenai daerah yang banyak ditemukan benda meterai ilegal, kata Samingun cukup banyak, salah satunya adalah DKI Jakarta.
"Nah tadi disampaikan di beberapa daerah, ada di Pare-Pare, Bulukumba, Jakarta juga ada yang menawarkan meterai dengan harga murah," tutup dia.
Untuk mengetahui yang asli, kata Samingun sama seperti mengenali uang rupiah kertas, di mana dilihat, diraba, namun yang ketiga adalah dengan digoyang. Digoyang ini untuk melihat bahwa hologram yang ada di meterai akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, sedangkan yang palu tidak berubah. (mkj/mkj)












































            
Meterai Palsu. Foto: Masnurdiansyah