Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ditjen Anggaran, Kunta Wibawa Dasa Nugraha di Jeep Station Indonesia, Bogor, Rabu (13/12/2017).
"Kita memang sudah mulai melihat outlook-nya, kita bicara SPN efeknya ke bunga utang di sisi belanja, harapan kita itu SPN-nya lebih rendah kemarin kan 5,2% harapannya bisa lebih rendah dari 5,2% dengan inflasi yang rendah," kata Kunta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kunta menyatakan, dari sisi ICP bisa dilihat dari dua sisi yang pertama pendapatan akan mengalami peningkatan jika harganya naik, di sisi lain bisa meningkatkan anggaran subsidi, khususnya di elpiji dan listrik.
"Kalau dari ICP ini ada dua sisi dari pendapatan pasti akan naik, baik dari PPh migas maupun PNBP, dan biasanya kalau ICP naik harga komoditi lain juga naik, seperti batubara, jadi dampaknya itu ke penerimaan PNBP, tapi di sisi lain subsidinya juga akan naik, terutama solar kan sudah fix, dan yang naik biasnya subsidi elpiji dan subsidi listrik," jelas dia.
"Tapi selama ini kalau melihat sensitifitasnya itu masih positif, maksudnya kenaikan penerimaan PNBP masih tinggi dibanding kenaikan subsidi. Jadi diharapkannya seperti itu," tukas dia.
Kunta mengungkapkan, realisasi APBN sampai dengan Oktober tahun ini, untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03%, inflasi 3,7%, nilai tukar Rp 13.331 per US$, suku bunga SPN 3 bulan 5,0%, harga minyak US$ 48,9 per barel, lifting minyak sebesar 796,8 ribu bph, dan lifting gas sebesar 1,12 juta bph setara minyak. (mkj/mkj)