Menurutnya, PPN bisa dibebaskan dalam waktu seminggu hingga sebulan agar daya beli masyarakat bisa kembali terkerek, yang akhirnya bermuara ke peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Pertumbuhan perekonomian kita growth-nya menjadi lebih banyak. Karena, kembali lagi, pertumbuhan ekonomi kita 50% lebih berasal dari konsumsi domestik. Kalau orang spending, perekonomian akan jalan," katanya di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya menangkap semangat yang disampaikan pak Rosan. Ini terkait dengan turunnya daya beli, ritel sehingga apakah memungkinkan dalam satu waktu tertentu apakah satu bulan, dua bulan, enam bulan PPN tidak akan diberlakukan," ujarnya.
"Saya yakin itu harus perlu mandat di level Undang-Undang. Karena tidak memberlakukan pungutan PPN itu pasti dilihat apakah ada aturannya di UU. Setahu saya sih belum pernah dilakukan. Yang saya ingat, enggak ada mandat di satu pasal dalam UU memberikan ini. Ada insentif-insentif yang diberikan relaksasi tertentu, tapi itu di barang strategis. Tapi hal-hal tentang PPN, sebulan enggak berlaku, seingat saya belum ada dibuka di pasal mandat ini," pungkasnya.
Rosan sendiri berpendapat, bila PPN dibebaskan, maka harga-harga barang akan lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Soal PPN ini misalnya hanya seminggu, bukan selamanya. Jadi di satu sisi menurunkan penerimaan tapi kita lihat ada dua sisi, untuk bisa itu kita minta self tax yang final jadi enggak ada lagi restitusi, intinya membuat orang spending (membelanjakan uangnya)," kata Rosan. (eds/ang)