Strategi Kemenhub Genjot Ekspor di Perbatasan Kalbar-Serawak

Strategi Kemenhub Genjot Ekspor di Perbatasan Kalbar-Serawak

Muhammad Idris - detikFinance
Jumat, 23 Feb 2018 21:15 WIB
Foto: Menhub Budi Karya dan Deputy Secretary General Ministry of Home Affairs Malaysia, Dato Haji Wan Ali Bin Besar/Foto: Idris detikFinance
Pontianak - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, melakukan kunjungan maraton ke sejumlah lokasi di Pulau Kalimantan. Dua provinsi disambanginya, yakni Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Agendanya, yakni memastikan pembangunan konektivitas di pulau terbesar Indonesia tersebut.

Dalam sehari blusukannya tersebut, dirinya menyambangi 2 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang berbatasan Indonesia dengan Serawak Malaysia. Ketiganya yakni PLBN Nanga Badau dan PLBN Entikong. Kementerian Perhubungan tengah membangun tiga terminal logistik internasional (dry port) di perbatasan Kalimantan.

Dry port di perbatasan tersebut ditujukan untuk pengumpulan barang ekspor ke Malaysia lewat PLBN Entikong. Juga sebaliknya untuk penerimaan logistik dari Malaysia. Sejalan dengan itu, Kementerian PUPR juga tengah menggeber jalan paralel di sepanjang perbatasan dari Kalbar hingga Kaltara. Termasuk melebarkan jalan menuju PLBN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini akan digunakan sebagai suatu lintas batas logistik. Untuk inventarisir kegiatan ekspor impor Indonesia-Malaysia. Rencananya akan dibuat jalur khusus (barang)," kata Budi di lokasi proyek Dry Port Entikong, Jumat (23/2/2018).

Menurutnya, dry port tersebut bisa mengintensifkan perdagangan di kedua perbatasan, sehingga diharapkan bisa menggenjot volume ekspor dari Kalbar ke Malaysia ataupun Brunai Darussalam.

Mantan Dirut Angkasa Pura II ini berujar, potensi ekspor Kalbar ke Negeri Jiran cukup banyak seperti produk perikanan hingga perkebunan seperti kakao dan lada. Namun saat ini volumenya masih sedikit, bahkan tercatat defisit jika dibandingkan impor dari Malaysia yang lewat Entikong.

"Pastilah (bisa tingkatkan ekspor). Ada dua kuncinya, satu (pelayanan) petugas yang baik, kedua ini fasilitas untuk pedagang pengumpul. Kalau merica satu dua kilogram enggak menarik. Tapi kalau dikumpulkan, kualitasnya dijaga bagus, ini bisa ekspor besar. Tapi ini bukan domain saya, akan disampaikan ke Mendag dan Mentan," ungkap Budi.

Lanjut dia, selain untuk menggenjot ekspor, dry port juga akan difungsikan sebagai pusat kuliner sehingga bisa jadi daya tarik bagi turis asal Malaysia yang melintasi perbatasan. Dia menyebut, saat ini lebih banyak warga Indonesia yang menyebrang dibandingkan warga Malaysia yang melancong ke Indonesia.

"Akhir November 2018 kita sudah resmikan. Orang bisa makan kwetiau atau minum kopi luwak di sini. Buat food court di sini. Ada tahu, kwetiau, minimarket, sampai kopi bisa kita taruh. Sehingga ada daya tarik turis datang. Tahap kita bangun (food court) di dry port kita," ungkapnya.

Di sisi lain, konektivitas antara daerah perbatasan dengan pusat ekonomi di Kalimantan seperti Pontianak relatif belum terbangun dengan baik. Butuh 12 jam perjalanan dari Badau yang berbatasan dengan Tebedu di Serawak menuju Pontianak. Sementara dari Badau menuju Kuching hanya perlu waktu 4 jam.

Sebagai informasi, pembangunan Dry Port Entikong menghabiskan dana Rp 76,46 miliar. Selain di Entikong, Kemenhub juga membangun fasilitas yang sama di 2 PLBN lainnya di Kalimantan yakni Badau dan Aruk. Sementara 4 terminal barang di perbatasan lainnya dibangun di Wini, Motamasin, dan Motaain. Ketiganya berada di NTT. Serta Dry Port Skouw di Papua.

Sementara itu, Kepala Bea Cukai Entikong, Dwi Jogyastara, menjelaskan perdagangan Indonesia dengan Malaysia di PLBN yang terletak di Kabupaten Sanggau tersebut selalu defisit. Ekspor Indonesia yang didominasi hasil perkebunan dan perikanan ke Malaysia lewat Entikong rata-rata Rp 10 miliar per bulan. Sebaliknya impor dari Negeri Jiran rata-rata per bulan Rp 12-16 miliar, sebagian besar sembako.

"Di sana memang lebih maju dan lebih dekat. Kebanyakan sembako dari sana. Kalau dari sini seperti kakao, ikan, dan lada. Kalau penduduk di sini dibebaskan dari bea masuk, tapi dibatasi," ujar Dwi.

Selain defisit perdagangan perbatasan, jumlah pelintas antara kedua negara juga timpang. Imigrasi Entikong yang selama ini jadi pintu keluar masuk lintas batas paling sibuk di Kalimantan mencatat, setiap hari rata-rata pelintas sebanyak 600-700 orang. Sebanyak 70% merupakan warga Indonesia yang menyeberang ke Malaysia.

Selain menyambangi 2 PLBN, di hari yang sama dirinya juga mengunjungi Pelabuhan Kuala Mempawah di Kabupaten Mempawah. Pembangunan pelabuhan tersebut tak dilanjutkan lantaran ada pendangkalan sungai yang jadi lokasi dermaga. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke galangan kapal milik PT Steadfast Marine di Pontianak. (ega/dna)

Hide Ads