Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri menerangkan, AS menerapkan tarif impor baja 25% dan 10% aluminium. Dengan kondisi ini, China bakal mencari pasar untuk menjual produksi bajanya.
"Sehingga nanti China mengalami hambatan, barang China ke AS otomatis baja dia mau dilarikan ke mana dilempar negara lain termasuk Indonesia," kata dia kepada detikFinance di Jakarta, Senin (26/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, jika ekspornya terganggu maka China akan mencari jalan supaya bajanya laku. Termasuk adanya kemungkinan menjual baja lebih murah dari harga normal.
"Kalau dia terhambat jualannya harga normal, bisa juga daripada nggak laku dia jual harga rugi nggak apa-apa. Misalnya, dilempar ke Indonesia ke negara lain dumping harganya," ujar dia.
Indonesia sendiri, lanjut dia, juga mengekspor baja ke AS. Nilai ekspor baja tahun 2017 sebesar US$ 70 juta dan aluminium US$ 219 juta. Namun, itu untuk jenis baja tertentu. Dia bilang, Indonesia secara umum masih kekurangan baja.
Baca juga: Soal Perang Dagang China-AS, Ini Kata Luhut |
"Kita produksinya belum mencukupi, kan kalau baja baru sekitar 6-8 juta ton, kebutuhan kan hampir mendekati 14-15 juta ton, 6 juta ton-nya ya masih impor. Kan belum sepenuhnya diproduksi dalam negeri," ungkapnya.
Memang, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Indonesia mesti impor baja. Dia khawatir, meresmbesnya baja dari China ialah baja yang jenisnya bisa diproduksi dalam negeri.
"Kalau barangnya banjir dan sejenis dalam negeri, industri dalam negeri terganggu," tutupnya. (zlf/zlf)