Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, inflasi yang rendah tak serta merta memberi gambaran ekonomi yang baik. Justru bisa sebaliknya, rendahnya inflasi bisa menggambarkan kondisi ekonomi yang kurang bergairah.
"Yang perlu mendapatkan perhatian adalah rendahnya inflasi inti yang tercatat 0,15%. Inflasi inti menandakan dorongan permintaan masyarakat masih rendah sehingga harga barang tidak mengalami kenaikan yang signifikan," kata dia saat dihubungi detikFinance, seperti ditulis Kamis (3/5/2018).
Rendahnya permintaan masyarakat mengindikasikan rendahnya keinginan masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini bisa memberi dampak buruk bagi perekonomian Indonesia yang sebagian besar masih dipengaruhi oleh belanja rumah tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 56% terhadap PDB stagnan dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi bakal meleset dari target 5,4% di 2018," tegas dia.
Di sisi lain, ia memberi apresiasi kepada pemerintah yang sudah bekerja keras menjaga stabilitas harga pangan terutama beras yang sering kali dianggap sebagai biang keladi penyumbang inflasi nasional.
"Rendahnya inflasi bulan April tidak terlepas dari musim panen raya khususnya peningkatan pasokan beras. Meskipun beberapa komoditas seperti ayam ras dan bawang merah tercatat kenaikan harga, namun andil beras cukup besar sehingga bahan makanan tetap deflasi," tutur dia.
Rendahnya inflasi juga disumbang oleh langkah pemerintah mengendalikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, ia memperingatkan pemerintah, bahwa menahan harga BBM di saat harga minyak dunia tengah melambung tinggi, bisa berakibat negatif bagi ekonomi jangka panjang.
"Dari sisi harga yang diatur pemerintah masih mencerminkan adanya tekanan akibat penyesuaian harga BBM non subsidi bulan sebelumnya. Dengan kondisi tersebut Pemerintah harus terus mewaspadai besarnya dampak kenaikan harga minyak mentah terhadap inflasi total terutama jelang Lebaran," tandas dia.