Jakarta -
Politisi senior sekaligus Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais melontarkan kritik ke pemerintah belakangan ini. Isi Kritikan tersebut mulai dari program bagi-bagi sertifikat tanah yang ditudin pembohongan, 74% lahan di Indonesia dikuasai segelintir orang, hingga undang-undang (UU) migas (minyak dan gas) yang dinilai pro asing.
Dua kritikan ini lantas menuai perhatian publik lantaran kata-kata yang kontroversial dilontarkan oleh mantan Ketua MPR itu. Amien melontarkan kata ngibul saat mengkritik program sertifikasi lahan dan menggunakan kata 'pekok' atau bodoh untuk kritik terhadap UU Migas pro asing.
Tudingan ngibul Amien Rais ke program sertifikasi lahan disampaikannya saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Bandung Informal Meeting' yang digelar di Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Bandung, 18 Maret 2018 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pernyataan 'bangsa pekok' yang dilontarkan Amien Rais terkait UU Migas disampaikannya saat mengisi ceramah di Masjid Muthohirin Yogyakarta, Kamis (10/5/2018) malam lalu.
Berikut rangkuman kritikan Amien Rais ke pemerintah dalam kurun dua bulan terakhir:
Amien Rais mengkritik soal program bagi-bagi sertifikat yang dilakukan Presiden Jokowi. Menurutnya, kegiatan yang tercakup dalam reforma agraria tersebut merupakan pembohongan karena sebenarnya lahan yang ada di Indonesia justru dimiliki oleh asing.
"Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?" katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Bandung Informal Meeting' di Bandung (18/3/2018) lalu.
Kritikan ini sontak dibalas oleh sejumlah jajaran di pemerintahan sebagai omongan tanpa data dan fakta yang valid. Waketum PAN yang juga anak dari Amien Rais, Hanafi Rais lantas memberikan pembelaan terhadap pernyataan itu.
Bicara soal sertifikasi lahan, dia mengatakan apa yang disampaikan Amien Rais soal tanah merujuk pada data Bank Dunia.
"74 Persen tanah negara dikuasai segelintir orang itu, itu adalah laporan bank dunia tahun 2015. Itu kan ada datanya, jangan dibantah," kata Hanafi.
Menurut Hanafi, Amien pasti bicara dengan data, tidak asal bunyi. Amien pun diyakininya siap menjelaskan secara rinci terkait pernyataan soal sertifikasi tanah Jokowi.
"Jadi yang disampaikan pasti ada datanya. Kalau mau dipertajam diperlengkap datanya, tentu nanti sangat bisa. Kita banyak masukan dari LSM, dari pakar ekonomi, pakar pertanahan yang selama ini memang memberi, mem-feeding informasi dan data," tegas Hanafi.
Kritik yang dilontarkan Amien Rais terhadap pembagian sertifikat ditanggapi oleh sejumlah jajaran di pemerintahan. Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan bahkan bereaksi keras. Meski tak langsung menyebut nama Amien Rais, Luhut menyindir seseorang yang disebutnya 'senior'.
"Misalnya ada senior bilang bahwa ngasih sertifikat itu ngibulin gitu apanya yang dikibulin? Sertifikat itu dulu prosesnya lama, panjang dan sedikit. Sekarang proses cepat dan banyak. Salahnya di mana? Jadi asbun aja. Jadi nggak boleh kita asal ngomong apalagi senior-senior. Dia kan 70 berapa tahun, saya kan 71 tahun juga," ujar Luhut.
"Jangan asal kritik saja. Saya tahu track recordmu kok. Kalau kau merasa paling bersih kau boleh ngomong. Dosamu banyak juga kok, ya sudah diam saja lah. Tapi jangan main-main, kalau main-main kita bisa cari dosamu kok. Emang kau siapa?" tambahnya.
Sementara Presiden Jokowi mengatakan pembagian sertifikat bertujuan agar masyarakat dapat merasakan manfaat kegunaan dari tanah yang dimiliki oleh masing-masing warga. Pernyataan itu sekaligus membantah tudingan Amien Rais yang sebelumnya menyebut sebagai pengibulan.
"Memang idealnya itu seluruh lahan yang ada, bidang yang ada, itu bersertifikat dan idealnya lagi memang kepemilikannya itu betul-betul rakyat bisa merasakan dari kegunaan atas lahan tanah yang mereka miliki," katanya.
Amien Rais menyoroti masalah undang-undang di Indonesia yang dianggap pro asing dan merugikan rakyat. UU yang dimaksudnya adalah UU Migas sampai menyebut bangsa Indonesia sebagai bangsa pekok (bodoh).
"Ini ada UU yang aneh dan ajaib. Bahwa gas alam di perut bumi Indonesia, itu boleh digunakan oleh bangsa sendiri setelah bangsa lain dicukupi kebutuhannya," kata Amien saat mengisi ceramah di Masjid Muthohirin Yogyakarta, Kamis (10/5/2018) malam.
Menurutnya, kebijakan tersebut aneh. Sebab, kebutuhan dalam negeri dikorbankan hanya demi memenuhi kebutuhan negara lain, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Singapura.
"Ini mesti bangsa pekok (bodoh)," sindirnya.
Selain UU migas, kata Amien, kasus Freeport menjadi contoh lainnya dari kebodohan bangsa Indonesia. Sebab, hasil tambang emas terbesar di dunia tersebut hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati bangsa ini.
"Kita ini, karena bangsa jongos membuat sebuah kesepakatan kontrak karya itu," ungkapnya.
"Tidak ada bangsa yang lebih pekok dari pada bangsa kita," tandasnya.
Pernyataan Amien Rais soal UU Migas yang mendahulukan kepentingan asing dibanding dalam negeri disanggah. Anggota Komisi VII DPR, yang membidani masalah energi, Kurtubi menjelaskan kuasa pertambangan di Indonesia diberikan ke asing dalam UU Migas memang pernah ada, namun telah diubah seiring dengan dilakukannya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2004.
"Di dalam perjalanan implementasinya, ada judicial review, dicabut beberapa pasal. Mulai dari harga BBM diserahkan ke pasar dicabut oleh MK. Itu waktu Presidennya SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), lalu pasal kuasa pertambangan diberi ke asing itu dicabut oleh MK. Jadi apa yang diomongin Amien rais itu sudah lama dicabut MK sejak periode pertama Presiden SBY dan bukan barang baru," kata Kurtubi kepada detikFinance, Sabtu (12/5/2018).
Kurtubi mengatakan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 itu memang banyak mendapat kritikan saat itu, termasuk olehnya. Pasalnya, dengan pasal kuasa pertambangan yang diberi ke asing saat itu membuat banyak gas dari Indonesia yang dijul ke negara lain dengan harga yang murah
"Di UU migas waktu itu banyak gas kita dijual ke China dengan harga murah pula pada waktu itu. Kritikan-kritikan itu gencar waktu itu," katanya.
Untuk itu, menurut Kurtubi kritikan Amien Rais yang menuduh bahwa gas alam di perut bumi Indonesia boleh digunakan bangsa sendiri setelah bangsa lain dicukupi kebutuhannya adalah salah.
"Jadi Amien Rais jangan nembak Jokowi dengan peluru itu, salah alamat. Itu ditujukan ke pemerintahan SBY sama Megawati. Jokowi nggak tahu menahu itu," katanya.
Pemberian pengelolaan kuasa pertambangan ke asing sendiri sempat lahir di UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 kata dia merupakan syarat dari paket bantuan IMF (International Monetary Fund) yang telah menolong Indonesia saat krisis ekonomi di tahun 1998. Namun seiring diterapkannya UU tersebut, MK telah menghapus beberapa pasal yang memberikan hak pengelolaan hasil bumi di Indonesia kini dikuasai oleh negara.
Halaman Selanjutnya
Halaman