Ragam Cerita Menarik Orang Tajir Melintir yang Jatuh Miskin

Ragam Cerita Menarik Orang Tajir Melintir yang Jatuh Miskin

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Selasa, 31 Jul 2018 07:14 WIB
Ragam Cerita Menarik Orang Tajir Melintir yang Jatuh Miskin
Jakarta - Kehidupan akan terus bergerak seperti hal nya sebuah roda. Kadang di atas, kadang pula di bawah. Itulah ungkapan yang tepat untuk deretan orang-orang yang sebelumnya kaya raya aliastajir, hingga kemudian jatuh miskin.
Dilansir detikFinance dari berbagai sumber, terdapat sejumlah orang dari seluruh dunia yang pernah kaya raya atau tajir hingga kemudian bangkrut dan jatuh miskin karena berbagai hal.
Bahkan, di antaranya ada yang sampai mengalami depresi dan memutuskan bunuh diri karena jatuh miskin. Ada pula orang yang dipenjara hingga 110 tahun karena kecurangannya mendapatkan harta kekayaan.
detikFinance pun merangkum deretan cerita menarik tersebut dari berbagai sumber. Berikut berita selengkapnya.
Kisah hidup Patricia Kluge seperti film-film sedih di negeri dongeng. Layaknya Cinderella, dia berasal dari keluarga yang biasa saja hingga menikah dengan 'pangeran' kaya. Patricia sendiri dibesarkan di Irak di bawah kekuasaan Inggris, Patricia bekerja di awal karirnya sebagai model telanjang untuk suami pertamanya Russell Gay di sebuah majalah.

Dalam perjalanan ke New York City dia bertemu John W. Kluge, pendiri Metromedia. Keduanya menikah pada tahun 1981. John Kluge adalah seorang maestro industri televisi dan pengusaha yang mengumpulkan sebagian besar kekayaannya di tahun 70-an dan 80-an.

Mereka bercerai sembilan tahun kemudian, Kluge, sang suami, berada jadi salah satu orang terkaya dunia versi Forbes dengan harta lebih dari US$ 5 miliar.

Benih-benih kejatuhan Patricia dimulai pada tahun 1999 ketika bersama suami ketiganya, yakni William Moses. Ia mendirikan Winery dan Kebun Anggur Kluge Estate di lahan seluas 960 hektar dekat Albemarle. Kekayaan Patricia Kluge saat itu mencapai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,2 triliun.

Sayangnya, harga tanah yang dia beli terlalu mahal jika dibandingkan dengan apa yang dihasilkan oleh kebun anggur miliknya. Hingga beberapa tahun kemudian, dia terus berusaha menutup kerugian akibat kebun anggur dengan cara meminjam uang ke berbagai pihak.

Hingga akhirnya pada tahun 2011, Kluge dinyatakan bangkrut secara pribadi karena utang yang menumpuk hingga mencapai US$ 47,5 juta atau sekitar Rp 579,2 miliar.
Kondisi krisis keuangan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di beberapa negara lain seperti Irlandia. Karena krisis global pada 2008, banyak yang terkena imbasnya, termasuk miliuner bernama Sean Quinn.

Mengutip Forbes, krisis membuat kerajaan bisnis Quinn mengalami kebangkrutan. Quinn yang memiliki kekayaan pribadi sekitar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 63 triliun itu akhirnya secara sukarela mendaftarkan kebangkrutan karena 'salah investasi'.

Quinn memulai bisnisnya dengan menjual pasir dan batu-batuan dari menggali tanah pertanian orang tuanya pada awal tahun 1970-an. Ia sukses membangun Quinn Group menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar yang tersebar dari pertambangan, manufaktur, real estate, dan asuransi.

Hingga akhirnya kelesuan bisnis Quinn dimulai tahun 2008, ketika terjadi krisis finansial global. Pada masa booming real estate di Irlandia, Quinn telah membeli 25% saham Anglo Irish Bank yang memiliki instrumen finansial berisiko menggunakan dana pinjaman dari Anglo Irish Bank.

Dan ketika pasar properti jatuh, saham tersebut juga ikut anjlok dan menjadi tidak bernilai ketika bank tersebut dinasionalisasi tahun 2009. Karena tidak mampu membayar utangnya yang sangat besar kepada bank tersebut, Quinn terpaksa menyerahkan Quinn Group miliknya kepada Anglo Irish Bank senilai US$ 1,85 miliar pada April 2011.

Pada waktu itu, Anglo mengeluarkan pernyataan yang sederhana bahwa mereka telah memiliki sejumlah besar uang dari Sean Quinn dan keluarganya karena mereka berada dalam posisi tidak mampu membayar utang. Jaminan dari pinjaman-pinjaman itu adalah saham milik keluarga di Quinn Group.

Quinn menyatakan pengumuman kebangkrutan personalnya dibuat dengan kesedihan yang mendalam dan penyesalan. Namun menurutnya, langkah tersebut merupakan opsi terakhir yang tersisa.

Namun Quinn berpendapat mayoritas utang yang sangat banyak dan dibiayai Anglo terdapat selisih. Quinn juga menunding Anglo dan pemilik barunya yakni pemerintahan Irlandia mencoba untuk mengorbankan dirinya dan keluarga. Ia menuding Anglo secara konsisten telah mengabaikan kesalahannya sendiri.

Kontroversi seputar deklarasi kebangkrutan Quinn tidak berhenti sampai di situ. Irish Bank Resolution Corporation kemudian menyatakan telah siap melakukan investigasi dengan tujuan mengevaluasi validitas aplikasi kebangkrutan Quinn.

Quinn diketahui mendaftarkan kebangkrutan di wilayah Fermanagh di Utara Irlandia, yang masuk wilayah Inggris karena diklaim sebagai tempat tinggal dan tempatnya berbisnis. Namun bank mengeluarkan pernyataan Quinn sebenarnya tinggal di wilayah Cavan, di sisi Irlandia di perbatasan dengan Inggris, dan menyebut kepentingan bisnis Quinn yang lebih luas dan kewajibannya ada di dalam negara tersebut

Karenanya, Quinn tidak bisa mendapatkan pinjaman kembali hingga 12 tahun lamanya. Sebab di Republik Irlandia, seseorang harus menunggu selama 12 tahun sebelum mendapatkan pinjaman atau membangun bisnis setelah mendaftarkan kebangkrutan.

Ketika masa kejayaannya memuncak, Sean Quinn menempati posisi ke-164 dalam daftar orang terkaya di dunia versi majalah Forbes. Sekarang, mungkin dia akan dikenal sebagai orang yang kalah terbesar dari krisis finansial global tahun 2008.
Kisah sukses tidak hanya bisa didapat saat memasuki usia senja, tapi juga saat masih di usia muda. Contohnya seperti kesuksesan yang diraih oleh Elizabeth Holmes yang pernah dinobatkan menjadi miliarder wanita termuda.

Holmes merupakan seorang penemu dan wirausahawan Amerika. Namanya sempat ada di 100 orang paling berpengaruh TIME tahun 2015. Sayangnya, kesuksesan Elizabeth Holmes hilang karena berbagai tuduhan kepadanya belum lama ini.

Holmes sendiri juga sempat menjadi wanita termuda yang masuk dalam daftar orang terkaya dunia. Saat berusia 31 tahun, dia menduduki posisi 360 orang terkaya dunia versi majalah Forbes.

Dilansir dari Forbes, Senin (30/7/2018), Holmes juga sempat di drop out (DO) saat menjadi mahasiswa tingkat dua di Stanford University. Dari situ, pada 2003, Holmes mendirikan perusahaan bernama Theranos, yang merupakan klinik cek darah yang berlokasi di California.

Usaha ini didirikan dengan modal uang kuliahnya. Dia merintis usahanya sendiri dari jerih payah sendiri.

Bisnisnya pun terus berkembang, hingga kemudian dia mendapatkan modal ventura senilai US$ 400 juta dan membuat nilai perusahaannya melonjak jadi US$ 9 miliar. Dari nilai itu, 50% saham Theranos dimiliki oleh Holmes, atau sekitar US$ 4,5 miliar.

Tapi dalam tiga tahun, ia kehilangan kontrol atas perusahaan yang didirikannya, Theranos. Aset kekayaannya longsor menjadi nol. Ada yang curiga terhadap perkembangan dari bisnis Theranos yang cukup pesat.

Dialah Bill Maris, yang mengelola Google Ventures (GV). Pada saat banyak pihak ingin berinvestasi dengan Theranos, Bill Maris justru mencurigai Theranos.

Bahkan Bill Maris mengungkapkan bila timnya sampai menjalankan pengecekan dengan melakukan tes darah di Theranos. Ternyata prosesnya tidak sesederhana publisitas yang diklaim oleh Theranos.

Kecurigaan lain datang dari seorang jurnalis Wall Street Journal bernama John Carreyrou. Sebagai pemenang Pulitzer Prize, John mencermati dan menyelidiki untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam Theranos.

Salah satu upaya yang dilakukan John di antaranya adalah mengulik informasi dari para karyawan Theranos. Ada yang mengatakan bahwa hasil tes yang dilakukan Theranos tidak akurat.

Beberapa pihak lain juga mengungkapkan bahwa sebagian besar tes sama sekali tidak dilakukan di laboratorium Theranos, namun menggunakan mesin konvensional yang dibeli dari sebuah pemasok.

Setelah laporan terkait perusahaan tersebut diterbitkan oleh Wall Street Journal pada Oktober 2015, pihak regulator keuangan AS, yakni Securities and Exchange Commission, membuka sebuah penyelidikan.

Pusat Layanan Medicare dan Medicaid, yang mengawasi laboratorium pengujian darah juga mencabut lisensi Theranos. Dalam setahun, perusahaan tersebut mulai menutup sejumlah labnya serta memberhentikan lebih dari 40% karyawannya.

Tak tanggung-tanggung, Forbes juga kemudian mengubah nilai aset kekayaan pendiri Theranos, Elizabeth Holmes, menjadi nol.

Perusahaan berupaya bertahan dan berhasil mendapatkan pembiayaan untuk membangun kembali. Namun akhirnya Elizabeth kehilangan kendali atas perusahaannya.

Ia diwajibkan melepaskan semua sahamnya dan dikenai denda US$ 500.000, belum lagi kemungkinan tuntutan pidana oleh jaksa federal atas dasar kecurangan. Holmes pun setuju untuk membayar denda sebesar US$ 500.000, sekaligus melepaskan 19 juta saham Theranos.
Kisah suram dialami oleh Allen Standford, bekas miliuner itu kini harus mendekam di penjara dengan hukuman 110 tahun lamanya. Padahal usianya kini telah di atas 60 tahun dan harus menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi.

Mengutip Forbes, Stanford sendiri sebelumnya merupakan pebisnis di kepulauan Karibia. Pemilik pulau mewah seharga US$ 63 juta ini juga terkenal karena gaya hidup mewahnya. Dia pernah masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes.

Sayangnya, Stanford dijatuhkan hukuman penjara selama 110 tahun dengan vonis penipuan senilai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 76,4 triliun pada 2009 lalu. Sekitar 30 ribu investor di seluruh dunia mengalami kerugian akibat membeli sertifikat pinjaman di sejumlah Bank Stanford.

Dalam menjalankan bisnisnya, Stanford menggunakan skema ponzi kepada para korban. Skema Ponzi adalah sebutan bagi praktik arisan berantai, yang pada hakikatnya adalah penipuan. Lewat skema Ponzi, keuntungan menggiurkan diberi kepada investor lama dengan memakai dana dari investor baru yang tak berujung.

Allen Stanford sendiri merupakan kelahiran Mexia, Texas. Dia adalah anak dari anggota dewan direksi Stanford Financial Group, James Stanford. Ayahnya adalah mantan walikota Mexia dan orang yang cukup terpandang di wilayahnya. Sementara sang ibu, Sammie Stanford merupakan seorang perawat.

Saat mengawali karir sebagai pengusaha, Allen Stanford langsung gagal. Pada 1974, dia mendirikan sebuah tempat fitnes. Perusahaan tersebut tak bertahan lama hingga akhirnya ditutup.

Dia juga pernah kehilangan klub kesehatan yang didirikannya hingga membuat dia menderita utang pribadi sebesar US$ 13 juta. Dia lalu mencoba beberapa peruntungan di bidang bisnis sebelum akhirnya terbang ke Karibia.

Setelah berkali-kali terlilit utang dan kegagalan, Stanford lalu mendirikan Stanford International Bank pada 1991 di Antigua. Di sana lah Stanford mendirikan kerajaan bisnisnya. Kerajaan bisnis tersebut membuatnya menjadi pengusaha besar.

Dia lalu mengajak para penduduk kaya Amerika Latin yang saat itu mengkhawatirkan stabilitas pemerintahannya ikut serta dalam bisnisnya. Hal itu berhasil dilakukan, aset bank yang didirikannya itu meroket hingga US$ 350 juta dalam tiga tahun terakhir.

Setahun kemudian, dia pindah ke AS dan mendirikan Stanford Financial Group di Houston. Perusahaan tersebut dikenal sebagai penjual sertifikat pinjaman. Karena keamanannya, sertifikat pinjaman dipandang sebagai aset yang aman dan pilihan tepat bagi para pembeli potensial.

Banyaknya pembeli aset tersebut membuat perusahaan Stanford juga tumbuh hingga US$ 3 miliar. Sayangnya, para investor tak menyadari aset Stanford tersebut sangat tidak aman dan bisa membuatnya rugi besar.

Hingga akhirnya penyidik menemukan cukup bukti untuk menyeretnya ke penjara. Pada 2009, Stanford ditangkap FBI di salah satu rumah mewahnya karena terbukti melakukan skandal penipuan dan pencucian uang.

Lewat skema Ponzi yang digunakannya, dia dituduh menipu sekitar 30 ribu investor di seluruh dunia dengan jumlah dana sebesar US$ 7 miliar yang berasal dari sertifikat pinjaman bernilai US$ 8 miliar di perusahaannya. Tim investigasi tak dapat menemukan 92% dari US$ 8 miliar aset bank tersebut.

Stanford lalu meringkuk di penjara selama tiga tahun terakhir sebelum akhirnya dinyatakan bersalah dan menerima vonis 110 tahun penjara pada 2012. Tentu saja, Stanford tak akan pernah menghirup udara segar lagi. Stanford bersalah atas 13 dari 14 kasus yang dituduhkan kepadanya, antara lain penipuan, konspirasi, dan pencucian uang.
Masalah keuangan kerap membuat banyak orang menjadi frustasi. Seperti yang dialami oleh miliuner asal Jerman, Adolf Merckle yang depresi dan memilih bunuh diri setelah kerajaan bisnisnya runtuh.


Pria yang pernah menduduki peringkat orang terkaya ke-94 dunia versi Forbes itu bunuh diri dengan cara tragis. Dia tewas setelah ditabrak kereta pada 2009 lalu saat dia berusia 74 tahun.

Seperti dikutip dari Reuters dia dilaporkan meninggal di rel kereta dekat dengan vila keluarganya di Blaubeuern, Jerman setelah ditabrak kereta api pada Senin malam. Ia meninggalkan secarik kertas bertuliskan 'bunuh diri' untuk keluarganya.

"Situasi yang sangat menyedihkan dari perusahaannya akibat krisis finansial, ketidakpastian dalam beberapa pekan terakhir dan ketidakmampuannya untuk bereaksi telah mematahkan kesabarannya dan dia memilih mengakhiri hidupnya," demikian pernyataan dari keluarga Merckle.

Merckle sendiri merupakan kelahiran Dresden, Jerman tahun 1934. Pada usia 30 tahunan ia mewarisi perusahaan farmasi dari ayahnya yang ketika itu hanya memiliki 80 karyawan. Secara perlahan Merckle berhasil membangun kerajaan bisnisnya hingga memiliki sekitar 100.000 karyawan dengan penjualan tahunan mencapai 30 miliar euro.

Pada tahun 2008, Merckle berada di peringkat ke-94 dalam daftar orang paling kaya di dunia versi majalah Forbes. Sementara untuk Jerman, Merckle berada di peringkat ke-5 dengan kekayaan sekitar US$ 9 miliar. Kerajaan bisnis Merckle sangat luas mulai dari semen hingga industri farmasi.

Merckle menguasai VEM Holding yang mengontrol perusahaan farmasi Ratiopharm, HeidelbergCement dan salah satu produsen obat terbesar Eropa, Phoenix.

Namun ia mengalami kerugian besar saat 'bertaruh' di saham Volkswagen (VW), yang mengalami gejolak besar bersamaan dengan industri otomotif lain selama tahun 2008. Sebuah sumber mengatakan bahwa keluarga Merckle mengalami kerugian hingga ratusan juta euro untuk investasinya, dengan kerugian investasi khusus di VW mencapai 400 juta euro.

Pihak Merckle juga terus berupaya melakukan negosiasi dengan bank untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Sumber dari kalangan perbankan mengatakan bahwa kematian Merckle diharapkan tidak mempengaruhi kesepakatan utang dengan keluarganya.

"Beberapa investor takut bahwa tidak akan ada orang yang memimpin negosiasi selama situasi yang sensitif di perusahaan," ujar seorang pialang di Frankfurt.

Kasus bunuh diri Merckle ini sekaligus melengkapi kisah-kisah tragis selama masa krisis finansial. Sebelumnya, investor Perancis Thierry Magon de la Villehuchet juga melakukan bunuh diri setelah perusahaannya, Acces International mengalami kerugian hingga US$ 1,4 miliar akibat terkena tipu-tipu investasi Bernard Madoff.

Hide Ads