Di sisi lain, BPS merilis data angka kemiskinan Maret 2018 single digit alias turun menjadi 9,82% atau 25,95 juta pada Maret 2018. Jumlah tersebut turun 633 ribu orang dibandingkan posisi September 2017 yaitu 10,12% atau 26,58 juta, dengan komposisi orang miskin di perkotaan 10,27 juta dan orang miskin di pedesaan 16,31 juta.
Menanggapi hal itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2013 jumlah penduduk miskin 28,07 juta orang, persentasenya 11,22%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persentase nya 9,82%. Jadi 5 tahun ini berkurang sekitar 2,17 juta orang atau turun 1,4%," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (31/7/2018).
Dia menambahkan jika ada pihak yang mengklaim angka kemiskinan naik 50% maka hal tersebut tidak benar.
"Sejauh ini data kemiskinan yang diakui adalah data BPS," kata Bhima.
Bhima juga memberi catatan pada BPS. Dia mengatakan Pengukuran jumlah penduduk miskin oleh BPS hanya dihitung berdasarkan pengeluaran per penduduk saja, tidak memasukkan penghitungan berdasarkan aset atau pendapatan.
Menurut Bhima bisa saja orang itu berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga masuk ke atas garis kemiskinan, padahal pendapatannya di bawah Rp 400 ribu/bulan.
"Ya itu kemiskinan yang disebut semu. Artinya ini kritik juga bagi BPS agar membuat survey kemiskinan dengan metode yang lebih komprehensif," ujar Bhima.
Tonton juga video: 'Tingkat Kemiskinan RI Terendah Sepanjang Sejarah'