Tepis Tudingan Kemiskinan Naik, BPS Buka-bukaan Data

Tepis Tudingan Kemiskinan Naik, BPS Buka-bukaan Data

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 11 Agu 2018 10:00 WIB
Tepis Tudingan Kemiskinan Naik, BPS Buka-bukaan Data
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Kisruh data kemiskinan mencuat pasca Badan Pusat Statistik (BPS) umumkan angka kemiskinan per Maret 2018 turun menjadi 9,82% atau setara 25,95 juta orang. Baru kali ini angka kemiskinan single digit, sebelumnya angka kemiskinan selalu di atas 10%.

Data BPS dikritisi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua umum Partai Gerinda, yang juga calon presiden 2019-2024, Prabowo Subianto.


Menurut SBY saat ini masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia, sedangkan Prabowo mengatakan kemiskinan di Indonesia naik 50%. Kepala BPS, Suhariyanto pun angkat bicara merespons penilaian SBY dan Prabowo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan metodologi penghitungan angka kemiskinan di Indonesia dengan basic needs approach atau berdasarkan kebutuhan dasar.


Suhariyanto menyebut, metode kebutuhan dasar masyarakat ini pun mengacu pada handsbooks poverty inequality yang diterbitkan oleh Bank Dunia.


"Jadi metodologinya sama sejak 1976 sampai sekarang, jadi metodologinya siapapun presidennya tidak pernah berubah," kata Suhariyanto saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Berikut penjelasan lengkap Suhariyanto:
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Maret 2018 jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 633.000 menjadi 25.95 juta dari posisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang.

Jumlah orang miskin yang sebanyak 25,95 juta orang ini pun jika dipersentasekan menjadi 9,82% dari total penduduk Indonesia atau memasuki level single digit.

Penurunan angka kemiskinan ini pun sempat diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Mulai dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Menanggapi itu, Kepala BPS Suhariyanto menilai perdebatan soal angka kemiskinan yang turun karena memasuki era baru, yakni dengan persentase single digit.

"Yang kemarin kemungkinan menimbulkan debat, memang ini pertama kali persentasi kemiskinan memasuki satu digit," kata Suhariyanto saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Kamis (10/8/2018).

Berdasarkan catatan BPS, persentase kemiskinan sejak 1976 mengalami penurunan, dari 40% turun menjadi 9,82% di Maret 2018. Penurunan ini pun menjadi yang paling terendah sepanjang sejarah di Indonesia.

"Sebelumnya selalu di atas 10%, untuk pertama kalinya persentase kemiskinan 9,82%," jelas dia.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan metodologi penghitungan angka kemiskinan di Indonesia dengan basic needs approach atau berdasarkan kebutuhan dasar.

Suhariyanto menyebut, metode kebutuhan dasar masyarakat ini pun mengacu pada handsbooks poverty inequality yang diterbitkan oleh Bank Dunia.

"Jadi metodologinya sama sejak 1976 sampai sekarang, jadi metodologinya siapapun presidennya tidak pernah berubah," kata Suhariyanto saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Untuk meluruskan perdebatan tentang angka kemiskinan, pria yang akrab disapa Kecuk ini pun mengaku sudah melakukan banyak hal. Mulai dari menjelaskan metodologi yang digunakan BPS, hingga menugaskan para pegawainya mengisi forum seminar untuk menerangkan angka kemiskinan dari hasil survei yang dilakukan.

"Saya juga sering muncul di mana-mana menjelaskan, mengklarifikasi apa yang dimaksud metode kebutuhan dasar. Tentunya ke depan sosialisasi itu perlu digencarkan," ungkap dia.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan angka kemiskinan dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan, tidak ada data yang menunjukkan kenaikan sama sekali.

Angka kemiskinan dalam lima tahun terakhir kata Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto justru mengalami kenaikan sebesar 50%.

"Kalau kita lihat angka 5 tahun terakhir coba saya ambil posisi ketika Pak Jokowi menjadi Presiden itu adalah Oktober 2014, mungkin yang paling tepat adalah yang kita gunakan angka kemiskinan pada Maret 2015, pada maret 2015 tersebut persentasi penduduk miskin itu sebesar 11,22% itu setara 28,59 juta," kata Suhariyanto saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Dari posisi persentase 11,22% atau setara 28,59 juta orang, Suhariyanto mengungkapkan angka tersebut terus mengalami penurunan.

Pada September 2015 turun menjadi 28,51 juta orang atau setara 11,13%, pada Maret 2016 turun lagi menjadi 28,01 juta atau setara 10,86%, lalu pada September 2016 turun lagi menjadi 27,76 juta orang atau setara 10,70%.

Pada Maret 2017 stagnan, di mana jumlah orang miskinnya menjadi 27,77 juta namun persentasenya turun menjadi 10,64%. Pada September 2017 turun menjadi 26,58 juta orang atau setara 10,12%, dan yang terakhir di Maret 2018 menjadi 25,95 juta atau setara 9,82%.

Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebebutkan masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia. Ini juga dinilai menjadi masalah bagi pemerintah.

Angka yang disampaikan itu juga berbeda jauh dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Di mana, per Maret 2018 tercatat jumlah orang miskin 25,95 juta orang atau setara 9,82%.

Kepala BPS Suhariyanto mencoba menjelaskan yang dimaksud oleh mantan presiden Indonesia yang ke-6 tersebut. Dia menyebut, jumlah 100 juta orang yang dimaksud merupakan 40% kelompok masyarakat lapisan terbawah.

Dia menjelaskan, 40% kelompok lapisan terbawah ini merupakan klasifikasi kelompok yang dibuat oleh Bank Dunia. Sebanyak 40% lagi merupakan kelompok menengah, dan 20% kelompok masyarakat atas.

"40% lapisan ke bawah itu harus menjadi perhatian pemerintah di manapun, di Amerika harus, di Indonesia harus. Kenapa? Karena 40% ini dikategorikan rentan, kalau kita bicara 40% ya memang jumlahnya kalau dikalikan jumlah penduduk jumlahnya sekitar 105 juta, tetapi 40% itu bukan miskin, itu perlu mendapat perhatian iya, yang miskin ada di bawahnya lagi," kata Kepala BPS Suhariyanto saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap jurus pemerintah kabinet kerja dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Khususnya dalam lima tahun terakhir. Sebab, angka kemiskinan per Maret 2018 merupakan paling rendah sepanjang sejarah.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan ada tiga pilar yang ampuh menurunkan angka kemiskinan di Indonesia dan itu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertama, adalah membangun infrastruktur secara merata di tanah air.

Infrastruktur yang dimaksud bukan hanya jalan tol, melainkan infrastruktur dasar di semua sektor, seperti sekolah, sanitasi, irigasi, hingga jembatan.

Pilar yang kedua, kata Suhariyanto adalah mengenai sosial inklusi. Di mana, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat mulai dari yang miskin, rentan miskin dalam mengakses pendidikan, kesehatan seperti yang dirasakan kelas menengah maupun atas.

Sedangkan pilar ketiga, pria yang akrab disapa Kecuk ini mengungkapkan dengan jaring pengaman sosial. Pilar ini pun diterapkan oleh banyak negara termasuk Amerika Serikat (AS).

Jaring pengaman sosial yang dimaksud adalah berupa program bantuan sosial. Dia bilang, di pemerintahan kabinet kerja terdapat program sosial seperti beras sejahtera (rastra), program keluarga harapan (PKH), hingga dana desa.

Hide Ads