Heboh Dipakai Jokowi, Begini Seluk-Beluk Stuntman di RI

Heboh Dipakai Jokowi, Begini Seluk-Beluk Stuntman di RI

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 21 Agu 2018 09:31 WIB
Heboh Dipakai Jokowi, Begini Seluk-Beluk Stuntman di RI
Foto: dok. Xinhua News
Jakarta - Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Asian Games 2018 beberapa hari lalu menyita perhatian publik. Pada pembukaan tersebut, Jokowi tampil dalam sebuah video mengendarai motor gede atau moge. Video itu bahkan viral kemudian.

Aksi Jokowi dalam video itu memang tidak biasa. Jokowi mengendarai moge dengan kecepatan tinggi. Dalam sebuah cuplikan, bahkan memperlihatkan Jokowi dengan motornya melompat tinggi.

Tentu saja, yang mengendarai motor itu bukan Jokowi asli. Pengendara moge dalam video itu diperankan oleh pemeran pengganti alias stuntman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Topik stuntman pun menjadi menarik untuk diulas. Mau tahu seluk-beluk stuntman di Indonesia? Berikut berita selengkapnya:
Pemeran pengganti atau stuntman memiliki peran penting dalam pembuatan film. Mereka biasanya mengambil alih adegan-adegan yang tak bisa dilakukan aktor-aktor utama karena terlalu berisiko.

Adegan itu seperti kebut-kebutan di jalan, menembus api, berkelahi, hingga melompat dari gedung. Risiko cidera hingga kehilangan nyawa pun mengintai para stuntman.

Pendiri Stunt Fighter Community (SFC) Deswyn Pesik mengaku, para stuntman menjalani profesi ini semata-mata karena menyukai tantangan.

"Passion, suka dengan tantangan," ujar dia kepada detikFinance.

Dia mengaku, penghasilan menjadi stuntman tidak terlalu besar. Dia menjelaskan, honor yang dibayarkan stuntmen tergantung tingkat kesulitan adegan, kemampuan rumah produksi, hingga distribusi apakah untuk sinetron, film layar lebar, atau iklan.

Deswyn menjelaskan, honor yang diterima untuk stuntman sinetron sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu per hari, film layar lebar sekitar Rp 1 juta per hari, dan untuk iklan Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per hari.

"Tergantung adegan, distribusi untuk apa nih TV film atau layar lebar kemudian tergantung kebijakan masing-masing production house," ungkapnya.

Penghasilan tersebut, kata dia, tak sebanding dengan risiko yang mengancam para stuntman. Dia bilang, penghasilan tak menjadi pertimbangan untuk menjadi stuntman.

Saat ini, dia menambahkan, anggota SFC yang aktif berlatih di Jakarta sekitar 30 orang.

"Kalau dengan saya mereka tidak mempertimbangkan (penghasilan)," kata Deswyn.

Selain itu, dia menuturkan, keinginan menjadi stuntman karena ingin berkontribusi pada pengembangan film di Indonesia, khususnya bergenre action.

"Karena mereka mau terjun di dunia perfilman action Indonesia," tutupnya.

Pendiri Stunt Fighter Community (SFC) Deswyn Pesik mengatakan mental pemberani menjadi syarat utama menjadi stuntman. Sebab, banyak risiko yang mesti dihadapi.

"Kalau menurut saya mental dulu karena melakukan adegan. Harus siap untuk melakukan adegan tekniknya, kita harus kuasai. Saya rasa itu saja," kata dia kepada detikFinance.

Dia menjelaskan, stuntman sendiri terdiri dari beberapa kategori. Ada yang khusus untuk peran pengganti adegan perkelahian, kebut-kebutan motor atau mobil, hingga adegan melompat dari ketinggian.

Komunitas Deswyn sendiri fokus pada stuntman untuk adegan perkelahian. Jadi, salah satu syaratnya ialah mampu bela diri.

"Kalau kita SFC harus bisa bela diri. Jadi kita memang untuk technical fighting," ungkapnya.

Dalam bekerja, Deswyn biasanya mendapat penawaran dari rumah-rumah produksi film. Tapi, tak jarang dirinya juga menawarkan ke rumah produksi.

Lebih lanjut, pada praktiknya Deswyn akan menentukan stuntman sesuai dengan tingkatan kesulitan adegan maupun pengalamannya.

"Dan kalau misalnya ada adegan berbahaya kita lihat juga, dia pernah lakukan hal itu atau belum, kalau belum kita pilih stuntman yang berpengalaman," tutupnya.

Pemeran pengganti alias stuntman biasanya menjalankan aksi yang berbahaya. Sehingga, sudah sewajarnya jika stuntman memiliki penghasilan yang besar. Lantas, berapa sih honor stuntman di Indonesia?

"Kecil, tergantung kebijakan PH (production house) berbeda-beda, tergantung distribusinya apakah sinetron, iklan atau film itu beda-beda," kata Pendiri Stunt Fighter Community (SFC) Deswyn Pesik kepada detikFinance, Senin (20/8/2018).

Secara berurutan, Deswyn mengatakan, iklan biasanya memberikan penawaran paling tinggi. Honor yang diterima stuntman untuk iklan antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per hari.

"Biasanya paling tinggi iklan karena biasanya ditangani profesional mereka melakukan talent profesional, baru film, baru sinetron," ujarnya.

"Iklan bisa Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta," tambahnya.

Sementara, untuk film biasanya honor yang diterima sekitar Rp 1 juta. Honor untuk film lebih rendah karena pembuatan film durasinya cenderung panjang.

"Kalau film kelihatannya besar, tapi kalau produksinya memakan waktu 2 minggu, biasanya kecil," ungkapnya.

Lalu, untuk sinetron berada di kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu. Deswyn menambahkan, harga tersebut bisa saja jatuh karena stuntman lain biasanya menawarkan harga jauh lebih rendah.

"Ada lagi pesaing stuntman, ini baru masih junior lah, beberapa kali tawarkan, mereka kejar untuk pengalaman, mereka jatuhkan harga," tutupnya.

Risiko kecelakaan kerap membayangi para pemeran pengganti atau stuntman. Sebab, pekerjaan mereka ialah melakukan adegan-adegan berbahaya.

Meski begitu, para stuntman tersebut kebanyakan tak dilindungi asuransi. Kemudian, mereka pun mencari akal dengan cara mendaftar BPJS secara mandiri.

"Belum ter-cover sih, belum ada yang benar-benar menjamin, teman-teman, mereka mensiasati BPJS atau Jamsostek. Tapi spesial buat cover mereka sebagai stuntman itu belum," kata Pendiri Stunt Fighter Community (SFC) Deswyn Pesik kepada detikFinance, Senin (20/8/2018).

Lanjut dia, data pekerjaan mereka pun tercatat bukan sebagai stuntman. Biasanya, mereka terdaftar di BPJS sebagai karyawan hingga wiraswasta.

"Bilangnya begitu (kantoran) rata-rata bilangnya, kalau didata cuma entertainment atau apalah, mereka tidak sebutin stuntman. Datanya bukan stuntman, wiraswasta mungkin," ungkapnya.

Dia mengatakan, kondisi di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Biasanya, stuntman di luar negeri berada di bawah naungan sebuah organisasi. Kemudian, organisasi tersebut mengambil potongan pendapatan untuk iuran asuransi.

"Iya iuran sendiri itu bicara asuransi pribadi, bukan profesional. Kalau di luar karena anggota organisasi tersebut melakukan kebijakan masukin mereka asuransi, mungkin mereka iuran bulanan ke organisasi, atau mungkin dipotong setiap pekerjaan yang diambil," jelasnya.

Memang, pihaknya juga tak menampik ada juga rumah produksi yang mendaftarkan asuransi mereka. Biasanya, mereka terdaftar sebagai kru biasa. Lalu, ada juga rumah produksi yang turut menanggung stuntman saat terjadi kecelakaan, tapi yang diberikan tidak seberapa.

"Ditanggung, tapi tidak sesuai jadi ya kecelakaan kebijakan PH saja, mungkin bisa cuma berapa ratus ribu. Kalau saya dulu salah satu PH, saya tidak sebut, itu buat sinetron klasik yang kalau dibilang kolosal. Itu ada stuntman cidera. Saya lihat dia lakukan adegan trampolin, dia jatuh kakinya di luar matras cidera, cuma diganti uang urut aja Rp 50 ribu," tutupnya.

Kualitas pameran pengganti atau stuntman di Indonesia belum bisa dikatakan baik. Sebab, masih banyak kekurangan dalam hal pengelolaan.

Tanpa membandingkan negara, Deswyn mengatakan kualitas stuntman Indonesia masih di bawah jika dibanding stuntman di luar negeri. Di luar negeri, kata dia, stuntman dididik oleh sekolah khusus tersendiri.

Kemudian, para stuntman tersebut bersertifikasi dan diatur dalam sebuah wadah organisasi.

"Kalau kualitas secara overall kita masih di bawah, karena mereka ada sekolahnya, punya organisasi, mereka ada sertifikasi. Secara overall kita masih kalah, kita cuma menang mental karena terbiasa mensiasati adegan," kata dia.

Dia mengatakan, stuntman di dalam negeri cenderung bergerak bebas. Sebab, ujar dia, belum ada yang mengatur.

"Kita masih bebas, lepas, liar, tidak ada yang mengontrol, tidak mengikuti sistem," ujarnya.

Bukan hanya itu, standar honor untuk para stuntman juga tidak ada. Sehingga, upah yang mereka terima bisa naik, bisa saja turun.

"Honor tidak ada standarisasi naik-turun, kalau cidera apakah ditanggung. Menurut saya, orang menilai mungkin orang luar pun, di Indonesia ini belum profesional," tutupnya.

Hide Ads