Skema Holding BUMN: Saham Pemerintah Dialihkan ke Induk

Skema Holding BUMN: Saham Pemerintah Dialihkan ke Induk

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 15 Nov 2018 19:29 WIB
Gedung Kementerian BUMN/Foto: Hendra Kusuma-detikFinance
Jakarta - Pemerintah akan membentuk 2 holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni holding infrastruktur dan holding perumahan dan kawasan. Untuk holding infrastruktur induknya ialah PT Hutama Karya, sementara holding perumahan dan kawasan induknya Perum Perumnas. Bagaimana skemanya?

Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra Samal menerangkan, dasar hukum holding menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016. Adapun skemanya, dalam holding ini saham pemerintah anggota holding akan dialihkan ke induk holding.

"Seperti holding sebelumnya, holding yang dilakukan infrastruktur dan perumahan dilakukan dengan pengalihan saham seri B milik negara pada BUMN calon anak kepada BUMN induk," kata dia di Kementerian BUMN Jakarta, Kamis (15/11/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Dalam skema tersebut, nantinya anggota holding akan kehilangan statusnya sebagai Persero. Namun, dia mengatakan, anggota holding tetap memiliki perlakuan yang sama seperti BUMN.

"Setelah PP baru ada langkah hukum, seperti perubahan status Persero anggota holding menjadi anak usaha dengan catatan seperti PP 72, dia anak perusahaan tapi diberlakukan sama seperti BUMN untuk beberapa hal yang sifatnya strategis," ungkapnya.

Pemerintah tetap punya kontrol atas anggota holding tersebut. Sebab, pemerintah menggenggam 1 saham seri A dwiwarna (golden share) yang memiliki keistimewaan. Salah satunya ialah mengusulkan direksi atau komisaris.

"Dan negara memiliki satu saham yaitu seri A dwi warna yang punya hak istimewa," kata dia.

Dia berharap, proses holding kali ini berjalan lebih lancar karena memiliki payung hukum yang kuat.

"Proses holding kali ini bisa lebih berjalan lancar, karena terkait landasan hukum yang kita sama-sama tahu InsyaAllah selesai. PP 72 sudah digugat dan MA menetapkan PP 72 tidak ada salah di sana," tutupnya. (eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads