Menanggapi hal tersebut para pengusaha memiliki strategi khusus mengatasi kebijakan kenaikan suku bunga yang diterapkan BI.
"Langkah ini (suku bunga acuan naik) sangat diperlukan. Karena rupiah kita masih sensitif jadinya ya hal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Jadi kita maklum lah mengerti," jelas Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat Usman, kepada detikFinance, Jumat (16/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira akan bertahan dengan bunga bank kemudian barang kali ke depannya bagaimana kita bisa mengurangi cost yang lain misalnya penghematan listrik ya, penghematan jam kerja tapi ya output produksinya tetap sama," kata dia.
Selain itu, pihaknya juga berencana kan mengajukan investasi baru. Dengan adanya investasi baru yang masuk maka pengeluaran untuk produksi akan turun sampai 40%.
"Bahkan akan mengajukan investasi baru, bisa saja itu sebagai strategi. Kalau investasi baru itu membuat cost produksi kita turun 30-40% atau dengan teknologi baru output-nya sama tapi ongkos produksinya turun nah itu bisa jadi," papar dia.
Ia menjelaskan, tidak ada strategi menunggu suku bunga turun atau menunggu rupiah menguat, industri tekstil akan tetap terus berjalan.
"Nggak lah, nggak (wait and see). Kalau trennya ini akan jangka panjang kalau ini diam ini akan bahaya bagi industri. Bahayanya ya cost-nya dan daya saingnya lebih rendah jika dibandingkan impor. Jadi kita harus meyakinkan bank mengenai pinjaman investasi baru yang tadi. Dengan jaminan ongkos produksinya akan turun output-nya naik," kata dia.