Menakar Petaka dan Berkah Perang Dagang China-AS untuk RI

Menakar Petaka dan Berkah Perang Dagang China-AS untuk RI

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 29 Nov 2018 08:25 WIB
Menakar Petaka dan Berkah Perang Dagang China-AS untuk RI
Foto: Pool
Jakarta - Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) akan terus berlangsung di 2019. Hal itu tentu memberikan dampak dan potensi bagi mitra dagang kedua negara tersebut.

Bagi Indonesia, China-AS merupakan mitra dagang utama yang tentunya akan memberikan dampak pada perekonomian nasional.

Dampak tersebut tidak melulu negatif tapi juga ada positifnya. Mengenai yang dampak positif diperlukan usaha ekstra dari pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut laporan selengkapnya:
Para investor yang berada di China takut dan mulai berhitung dalam menjalankan bisnisnya karena akan terbentur oleh perang tarif bea masuk yang diterapkan oleh kedua negara.

Sehingga, peluang merelokasi pun sudah diendus oleh negara-negara berkembang di Asia saah satunya adalah Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku bahwa pemerintah sudah menyiapkan beberapa jurus agar para investor merelokasi pabriknya ke Indonesia.

"Strategi untuk menjawab itu, kita baru menyusun kebijakan sebelum paket kemarin mengenai insentif fiskal," kata Darmin saat acara Semiar Nasional Adu Strategi Hadapi Perang Dagang di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Darmin menyebut, insentif fiskal yang sudah disiapkan dan bisa dimanfaatkan para investor mulai dari tax holiday, tax allowance, super deduction tax, penurunan tarif PPh Final untuk UMKM.

Menurut Darmin, Indonesia akan bertarung melawan Malaysia, Vietnam, dan Thailand untuk menjadi lokasi relokasi para pengusaha asal AS hingga eropa yang memiliki pabrik di China.


Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) khawatir perang dagang Amerika Serikat (AS)-China bisa berdampak buruk pada Indonesia. Pasalnya, AS dan China merupakan investor besar di RI.

Sampai saat ini keduanya merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia. Hingga September tahun ini, China menduduki peringkat ke-3 sedangkan AS peringkat ke-7.

"China peringkat 3 dan AS peringkat 7 secara total investasi sampai September 2018," jelas Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman di hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Adhi Lukman mengatakan investasi China lebih condong ke Indonesia dibanding ke negara lain. Ia menambahkan, investasi China bukan hanya sekedar di industri makanan dan minuman tetapi mencakup seluruh sektor.

"Investasi China justru lebih banyak terjadi di Indonesia bukan hanya di makanan dan minuman tapi seluruh sektor," tambahnya.

Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China akan terus memberikan dampak terhadap perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia. Institute for Development of Ecomics and Finanace (INDEF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di level 5% pada 2019.

"Proyeksi marko kita, INDEF tahun lalu 2018 pertumbuhan ekonomi kita 5,1% faktanya 5,2% belum tercapai. Kita proyeksikan 5% tahun 2019," kata Direktur Program INDEF Eko Listiyanto di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Dampak yang akan dirasakan negara berkembang berupa penurunan kinerja ekspor seperti bahan baku yang mulai dikurangi oleh China dan AS. Barang yang biasa dikiri China ke AS dan sebaliknya dikurangi karena terkena tarif yang lebih tinggi. Hasilnya, permintaan bahan baku yang dipasok Indonesia pun akan berkurang dan itu akan berdampak pada perekonomian nasional.

Eko menjelaskan, angka ramalan pertumbuhan ekonomi di level 5% pun karena ada sedikit potensi yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari perang dagang AS-China, yaitu menarik investasi dari pengusaha yang sudah tidak betah khususnya di China.

Pengusaha tersebut sudah berhitung akan memindahkan pabriknya ke negara-negara berkembang di Asia karena tidak akan terkena perang tarif jika dikirim ke AS dan China.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China bakal berlanjut. Prediksi ini mengacu pada situasi yang dialami Jokowi di KTT APEC di Port Moresby, Papua Nugini, 17-18 November 2018.

Jokowi bercerita sepuluh hari yang lalu saat hadir di konferensi tahunan APEC di Port Moresby, Papua Nugini. Dia menyaksikan pimpinan dua ekonomi terbesar dunia nomor satu dan dua (AS dan China) bersitegang dan sulit dipersatukan.

Menurut Jokowi dia sempat meminta Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mencari tahu apa saja yang dibicarakan kedua kubu tersebut. Tujuannya agar bisa mendapat informasi apa saja yang menjadi persoalan, dan Indonesia bisa menjembataninya.

Sayang, fakta yang terjadi justru berbeda. Jokowi mengatakan upaya menjembatani AS dan China tak berhasil.

"Tapi faktanya sampai jam 12, makan, sampai setengah 3 memang apa yang kita upayakan untuk mendinginkan dan menjembatani tidak berhasil. Memang sudah tajam keinginan kedua negara ini. Tidak sambung. Yang di sini datang ke saya, Presiden Jokowi terima kasih sudah menjembatani, tapi maaf kami tetap pada pendirian kami ini. Yang ini juga sama terima kasih, tapi juga ya itulah yang kita hadapi sekarang ini," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Alhasil, mengacu pada situasi tersebut, Jokowi yakin perang dagang AS dan China akan berlanjut.


Hide Ads