Dijelaskan oleh Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi) Priatna Sasmita, benih di lahan rawa memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya seperti tingkat PH, sulfat hingga serangan hama penyakit. Padi tersebut dinamakan Inpara atau Inbrida Padi Rawa.
"Varietas Padi Inbrida Rawa itu pada dasarnya mempunyai ketahanan fisik dari lahan rawa pasang surut. Selain itu harus adaptif terhadap cekaman biotik, atau hama penyakit utama," ungkapnya saat ditemui di BPPadi, Sukamandi, Subang, Sabtu (8/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut dijelaskan oleh Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan BBPadi Satoto, saat ini pihaknya sudah memiliki 11 varietas padi Inpara. Lima di antaranya sudah banyak ditanam oleh petani.
"Dari 11 itu yang sudah banyak untuk kelas rawa ada Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 8 dan Inpara 9. Ada lima. Di luar itu ada Margasari dan Martapura," ujarnya.
Inpara 2 memiliki karakteristik umur tanam selama 128 hari, tekstur nasinya pulen, dan rata-rata bisa menghasilkan 5,49 ton per hektare di rawa lebak, sementara di rawa pasang surut 4,82 ton per hektare.
Inapara 3 memiliki umur tanam selama 127 hari dengan tekstur nasi pera dan rata-rata hasil 4,6 ton per hektare. Sementara Inpara 4 memiliki umur tanam 135 hari, tekstur nasi pera, dengan rata-rata produksi 4,7 ton per hektare.
Kemudian Inpara 8 dan 9 masing-masing memiliki karakteristik umur tanam 115 hari dan 114 hari. Inpara 8 bisa menghasilkan rata-rata 4,7 ton per hektare sedangkan Inpara 9 4,2 ton per hektare.
Menurut Manager Unit Pengelolaan Benih Sumber BBPadi, Sri Wahyuni, sebaran benih padi Inpara telah ada di 30 provinsi dan bisa hingga tiga kali panen. Masing-masing daerah pun memiliki preferensi sendiri soal pemilihan jenisnya.
"Yang senang pulen itu pilihannya Inpara 2. Kalau yang pulen biasanya di daerah Jawa. Yang suka nasi pera di Kalimantan Selatan itu Inpara 3,6,8, itu disukai oleh mereka," paparnya. (prf/hns)