Neraca Dagang 2018 Tekor, Terparah Sepanjang Sejarah

Neraca Dagang 2018 Tekor, Terparah Sepanjang Sejarah

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 16 Jan 2019 07:52 WIB
Neraca Dagang 2018 Tekor, Terparah Sepanjang Sejarah
Foto: Hasan Al Habshy
Jakarta - Defisit neraca perdagangan kumulatif Januari-Desember 2018 menjadi yang terparah sepanjang sejarah Indonesia mencatatkan kegiatan ekspor dan impor.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama setahun penuh di 2018 jumlah impor memang terbukti jauh lebih tinggi dibandingkan ekspornya.

Menjadi terparah sepanjang sejarah karena dari catatan BPS sejak 1975, telah terjadi enam kali defisit dan paling besar defisitnya berada di tahun 2018.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak penyebab kinerja neraca perdagangan Indonesia di tahun 2018 menjadi defisit. Salah satunya adalah pemerintah belum berhasil membuka pasar baru dan masih mengandalkan pasar tradisional atau negara-negara yang selama ini sudah ada.

Berikut berita selengkapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi ekspor Indonesia sepanjang 2018 mencapai US$ 180,06 miliar. Sementara impor di bulan yang sama tercatat US$ 188,63 miliar.

Dengan demikian, neraca perdagangan RI sepanjang 2018 defisit US$ 8,57 miliar. Nilai ekspor dan impor itu sama-sama naik.

Angka ekspor naik tipis 6,65% secara tahunan, sementara angka impor naik 20,15% dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

"Untuk tahun 2018, neraca dagang kita defisit US$ 8,57 miliar," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam jumpa pers di kantor pusat BPS, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).


Menurut Suhariyanto, jika melihat ke belakang maka realisasi defisit neraca perdagangan tahun 2018 memang paling terbesar semenjak 1945. Hanya saja, BPS tidak mencatat secara rinci realisasi neraca dagang di saat Indonesia merdeka.

"Kalau kita mundur ke belakang, ada defisit di 2012 mengalami defisit US$ 1,7 miliar, 2013 defisit US$ 4,08 miliar, 2014 defisit US$ 1,89 miliar, 1975 defisit US$ 391 juta. 1945 defisit, tapi kita angkanya terputus di 1945," ujar Suhariyanto.

Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Yunita Rusanti mengatakan, defisit yang terjadi pada masa silam tidak sebesar yang terjadi di tahun 2018.

Catatan kegiatan ekspor dan impor sudah ada sejak zaman Belanda. Hanya saja, BPS masih merapikan data-data tersebut, sehingga data yang sudah tersaji rapi tercatat sejak 1975.

Sementara itu, Direktur Statistik Distribusi BPD Anggoro Dwitjahyono menjelaskan selama Indonesia merdeka neraca perdagangan telah mengalami defisit sebanyak enam kali. Yaitu, pada 1945, 1975, 2012, 2013, 2014, dan 2018.

Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2018 tercatat defisit US$ 1,1 miliar. Neraca dagang Indonesia sepanjang 2018 tercatat defisit terhadap beberapa negara, yakni China, Thailand dan Australia.

"Yang defisit Tiongkok (China), Thailand, dan Australia," kata kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto di kantornya, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Sementara negara-negara yang neraca dagangnya berhasil diungguli oleh Indonesia yakni Amerika Serikat (AS), India dan Belanda.

"Dengan India kita surplus, AS surplus, Belanda kita surplus," katanya.

BPS sendiri mencatat realisasi ekspor Indonesia pada Desember mencapai US$ 14,18 miliar. Sementara impor di bulan yang sama tercatat US$ 15,28 miliar.

Dengan demikian, neraca perdagangan RI di Desember kembali defisit US$ 1,1 miliar. Nilai ekspor turun, sementara nilai impor naik.

Angka ekspor turun 4,62% secara tahunan, sementara angka impor naik tipis 1,16% dibandingkan posisi periode yang sama tahun 2017.

Total impor Indonesia sepanjang 2018 sebesar US$ 188,63 miliar atau tumbuh 20,15% jika dibandingkan dengan total impor pada 2017 yang sebesar US$ 156,99 miliar.

Nilai impor kumulatif di 2018 terjadi pada migas dan non migas masing-masing US$ 5,49 miliar atau 22,59% dan US$ 26,14 miliar atau 19,71%.

Dilihat dari peranannya, 10 golongan tersebut memberikan kontribusi 27,25% terhadap total impor nonmigas Indonesia.

Adapun, 10 golongan barang impor non migas yang dimaksud:

1. Mesin-mesin atau pesawat mekanik nilainya sebesar US$ 27,19 miliar atau 17,12% dari total impor.
2. Mesin dan peralatan listrik nilainya sebesar US$ 21,44 miliar atau 13,50% dari total impor.
3. Besi dan baja -nilainya sebesar US$ 10,24 miliar atau 6,45% dari total impor.
4.Plastik dan barang dari plastik nilainya US$ 9,21 miliar atau 5,80% dari total impor.
5. Kendaraan dan bagiannya nilainya sebesar US$ 8,06 miliar atau 5,08% dari total impor.
6. Bahan kimia organik nilainya sebesar US$ 6,92 miliar atau 4,36% dari total impor.
7. Benda-benda dari besi dan baja nilainya sebesar US$ 3,88 miliar atau 2,45% dari total impor.
8. Serealia nilainya sebesar US$ 3,79 miliar atau 2,39% dari total impor.
9. Ampas atau sisa industri makanan nilainya sebesar US$ 3,05 miliar atau 1,93% dari total impor.
10. Perangkat optik nilainya sebesar US$ 2,88 miliar atau 1,82% dari total impor.


Hide Ads