"Ya sebenarnya industri tenun tradisional memang sedang memprihatinkan," kata Ketua Umum KTTI Tengku Ryo Rizqan saat ditemui di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Dia menilai hal itu disebabkan daya beli masyarakat yang tidak begitu bagus, sementara harga kain tenun tradisional tidak murah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Saran ke Pemerintah Tekan Deindustrialisasi |
Dia mengatakan, harga kain tenun tradisional yang paling murah adalah Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.
Di samping itu, keterbatasan akses ke calon pembeli juga jadi kendala. Itu disebabkan minimnya pemahaman soal teknologi untuk memasarkan produknya secara online.
"Kebanyakan penenun tradisional juga, nggak semua ya, tapi sebagian besar tidak ikut dalam perkembangan teknologi, cara menjualnya, cara apa segala macam," jelasnya.
Pada akhirnya banyak yang gulung tikar. Menurut pengalamannya, ada penenun tradisional yang terpaksa berhenti beroperasi.
"Tadinya dia pemintal benang, benang sendiri dan segala macam sampai akhirnya nggak bisa mintal benang lagi karena bahannya nggak ada. Sudah gitu ketersediaan bahan bakunya juga kurang," Ada sekitar 100 lebih yang gulung tikar," ujarnya.
Dia juga menyampaikan ada penenun tradisional yang alih profesi menjadi pedagang.
"Iya ada yang jadi pedagang, ya nggak mau meneruskan lah, cuma biasanya yang nggak ada pilihan lain mereka baru menenun," tambahnya. (zlf/zlf)