pengembangan kapas nasional mengalami kendala karena rendahnya capaian produksi dan produktivitas yang dihasilkan.
Oleh karena itu, menurutnya, kelembagaan petani yang kuat, tangguh dan mandiri diharapkan dapat berkembang sehingga dapat menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar.
"Untuk itu perlu adanya upaya meningkatkan SDM petani melalui pemberdayaan petani dengan basis kelembagaan/ kelompok tani yang mencakup pembinaan, penyuluhan, pelatihan petani serta pendampingan dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Perkebunan dan Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas)," kata Agus Wahyudi dalam keterangan tertulis, Kamis (27/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, dia mengatakan yang tidak kalah penting kemitraan yang dibangun oleh petani dengan industri tekstil atau mitra dapat membuat ikatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak serta petani mempunyai kepastian pasar dan harga.
Dia melanjutkan kemitraan yang dibangun juga jangan sampai berhenti pada masalah harga saja, akan tetapi perlu adanya peran serta mitra/perusahaan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas yang selama ini masih rendah karena petani belum menerapkan Budidaya Kapas yang baik dan benar (Good Agricultural Practices).
Sebagai tanaman semusim, lanjut Agus Wahyudi, luas areal tanaman kapas di Indonesia berfluktuatif karena perkembangannya sering mengalami perubahan tergantung iklim dan harga.
Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Semusim dan Rempah Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, H. Basrul Gandong, mengatakan, perjanjian seperti yang dilakukan Kelompok Tani dengan CV. Sagara Cotton Indonesia diharapkan dapat meningkatkaan gairah petani dalam pengembangan kapas nasional. Sehingga produksi dan produktivitas kapas dapat ditingkatkan. Hal ini seiring dengan kebutuhan serat kapas yang terus meningkat.
Menurut H, Basrul, peluang ke depan akan semakin terbuka lebar seiring dengan terus berkembangnya kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri terhadap serat kapas. Apalagi kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil di dalam negeri juga berkembang pesat. Hal itu tentu saja berimbas pada gairah petani untuk mengembangkan tanaman kapas.
Acep Suherman Direktur CV. Sagara Cotton Indonesia mengatakan perjanjian ini merupakan kontrak kerja sama dengan petani kapas dalam pembelian kapas berbiji serta pengembangan tanaman kapas berkelanjutan di wilayah Kabupaten Gowa, Takalar dan Jeneponto.
'Kedepan kami mengajak kepada perusahaan yang lain untuk melakukan kemitraan dengan petani kapas, dengan harapan kapas di Indonesia mengalami peningkatan baik produksi maupun produktivitas serta mutu.' jelas dia.
Sebelumnya telah ditandatangani MoU antara Kelompok Tani Kapas dengan CV. Sagara Cotton Indonesia.
Kontrak kerja sama/kemitraan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten wilayah pengembangan kapas yaitu Kabupaten Jeneponto dengan jumlah 70 kelompok tani dengan luas areal 700 ha, Kabupaten Gowa dengan jumlah kelompok tani 11 kelompok dengan luas areal 250 ha dan Kabupaten Takalar dengan jumlah 10 kelompok tani dengan luas areal 150 ha.
Sebagai informasi Sulawesi Selatan merupakan sentra pengembangan kapas terbesar di Indonesia telah memberikan kontribusi 75% produksi kapas nasional. Tanaman kapas merupakan tanaman yang menghasilkan serat kapas untuk bahan baku utama sandang yang merupakan bahan baku utama Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT).
Industri TPT ini berkembang dengan pesat dan teritegrasi terutama pada industri intermediate (stapel, filamen, tenun, rajut) dan industri hilirnya (garmen dan produk tektil lainnya). Selain sebagai bahan baku utama sandang, biji kapas dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak, juga sebagai bahan minyak makan. (mul/ega)