Presiden Direktur PT AXA Mandiri Financial Services, Handojo G. Kusuma, menyebut kondisi naiknya kebutuhan kesehatan kelas atas jadi peluang besar bagi perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan. AXA Mandiri sendiri saat ini cukup serius menggarap pasar layanan kesehatan eksklusif.
"Saya kira untuk 5 tahun ke depan, kalau kita bergerak dari yang mass market itu mulai masuk ke arah middle, yang middle sendiri kan juga akan naik ke arah upper class. Jadi kita harapkan dengan pertumbahan ekonomi di Indonesia yang tumbuh dengan positif dan sangat cepat, saya kira itu adalah salah satu hal positif untuk industri kita, termasuk AXA Mandiri," jelasnya di Jakarta, Jumat (21/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus kita juga merambah untuk produk-produk di ritel segmen. Dan satu lagi yang ingin kita perdalam justru di syariah. Karena saat ini di syariah kita hanya menyediakan sebagai produk saja, tapi nanti kita akan membuat lebih fokus," terang Handojo.
"Jadi kebutuhan bisnisnya seperti apa, interaksi dengan costumer kita seperti apa, edukasi costumer kita seperti apa. Ya kan kita harus bisa mendekatkan diri dengan komunitas-komunitas dari yang ada, dan itu menjadi bagian untuk membuat pertumbuhan yang baru di tahun ini," imbuhnya.
Sejumlah rumah sakit luar negeri yang bekerja sama antara lain RS Gleneagles, RS Parkway East, dan RS Mount Elizabeth. Kemudian RS Sunway Medical Center di Malaysia, St Stamford Modern Guangzhou di China. Sementara di Thailand layanan bisa didapatkan di Bangkok Dusit Medical Center yang terdiri 4 pusat kesehatan yakni RS Bangkok Phuket, Phyathai 2, Samitivej Srinarakaran, dan Samitivej Sukhumvit.
Lanjut Handoko, jika mengacu pada survei yang dilakukan Mercer Marsh Benefits di tahun 2018, menyebutkan bahwa biaya rumah sakit termasuk ruang operasi, ruang rawat inap, dan biaya sewa peralatan rawat inap, merupakan ongkos termahal dalam komponen total biaya pengobatan atau mengambil porsi sekitar 21%.
Selain itu, survei tersebut juga menyebutkan kalau peningkatan biaya pengobatan Indonesia pada tahun lalu sebesar 12,6%, lebih tinggi dibandingkan kenaikan biaya pengobatan di Malaysia sebesar 12,5%, Singapura 9,1%, dan rata-rata negara di Asia sebesar sekitar 10%. (ega/hns)