Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai, ada yang terlupakan di tengah keruihan soal unicorn itu.
Unicorn sendiri adalah perusahaan rintisan atau startup sektor teknologi yang valuasi atau nilai perusahaannya sudah melebihi US$ 1 miliar. Menurut Faisal, sebagai perusahaan teknologi, mereka tak akan bisa bergerak tanpa ada pelaku usaha lain di sektor rill, dan ini yang dilupakan pemerintah.
"Kita bicara unicorn tapi sektor produksi tak dibereskan. Kalau sektor produksi tidak dibereskan, maka barang impor semua yang akan masuk," kata dia dalam acara Economic Outlook 2018 yang diselenggarakan CNBC Indonesia di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Bukti pemerintah lupa menaruh perhatian serius pada sektor riil, kata Faisal, adalah melambatnya pertumbuhan penjualan industri makanan dan minuman dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bicara unicorn tapi sektor produksi tak dibereskan"Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri |
Faisal menjelaskan, sulitnya membangun industri manufaktur di dalam negeri membuat pelaku usaha industri manufaktur RI akhirnya memilih membangun pusat produksinya di luar negeri baru menjualnya ke Indonesia.
"Luwak white coffee punya orang semarang pabriknya di korea. Ting ting punya Pak Sudhamek (pemilik GarudaFood), pabriknya di guangzhou. Kenapa? Karena makin susah orang Indonesia bikin pabrik manufaktur," tandas dia.