Forbes belum lama ini mengumumkan daftar terbaru Billionaires 2019. Dari daftar itu, menurut asal negara Indonesia ada 21 nama yang masuk.
Dari 21 nama orang Indonesia yang terdaftar dalam Billionaires 2019, Donald Sihombing berada di urutan ke-14. Jumlah hartanya yang mencapai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 19,6 triliun (kurs Rp 14.000).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah hidup Donald pun tidak berjalan mulus. Pria asal Medan, Sumatera Utara itu pernah dipecat sebelum sukses seperti sekarang. Penasaran dengan kisah Donald? detikFinance merangkum ulasannya berikut ini:
Pernah Dipecat
Foto: Danang Sugianto
|
Baru-baru ini Forbes mengumumkan daftar terbaru Billionaires 2019. Dari daftar biliuner baru tersebut, menurut asal negara Indonesia ada 21 nama yang ikut masuk.
Dari 21 nama orang Indonesia yang terdaftar dalam billionaires 2019, Donald Sihombing berada di urutan ke-14. Jumlah hartanya yang mencapai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 19,6 triliun (kurs Rp 14.000) mengungguli milik Djoko Susanto, Keluarga Ciputra hingga Hary Tanoesoedibjo.
Nama Donald Sihombing memang jarang terdengar dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Saking barunya nama Donald Sihombing dalam daftar tersebut, Forbes belum mencantumkan foto Donald di laman daftar tersebut.
Dikutip dari laman profil Donald Sihombing di Forbes, Jumat (8/3/2019), Donald diketahui merupakan pendiri PT Totalindo Eka Persada. Perusahaan konstruksi tersebut banyak membangun gedung-gedung besar dan bergengsi di Jakarta seperti Hotel Four Seasons, Hotel Mulia hingga Mal dan Apartemen Taman Anggrek.
Donald yang lahir pada 23 Juli 1956 itu merupakan lulusan Fakultas Teknik Universitas Akron di Amerika Serikat (AS). Dia bekerja di perusahaan konstruksi sebelum mendirikan perusahaannya sendiri pada tahun 1995.
Menariknya sebelum sukses membangun perusahaannya, pria yang lahir di Medan itu pernah dipecat dari perusahaan konstruksi yang bernama PT Total Bangun Persada Tbk. Di usia 40 tahun, Ia kemudian mendirikan PT Totalindo Eka Persada Tbk, tepatnya pada Oktober 1996.
Garap Proyek Skala Besar hingga Rumah Murah
Foto: Agung Pambudhy
|
Lewat Totalindo, pria batak yang kini berusia 63 tahun tersebut telah banyak membangun konstruksi berskala besar.
Selain yang disebutkan di atas, ada pula Kalibata City, Grand Indonesia West Mall hingga pembangunan rumah susun seperti rusun KS Tubun, Rusun Nagrak Tower 1-5, Rusun Penggilingan Pulogebang, hingga Jembatan Siak Indrapura.
Donald sendiri saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Tbk. Donald juga merupakan pemegang saham terbesar Totalindo, yakni mencapai 74%.
Donald berhasil membawa Totalindo ke lantai bursa pada Juni 2017. Sejak IPO Juni 2017, harga saham Totalindo telah melonjak, mencatatkan kenaikan sepuluh kali lipat pada puncaknya.
Totalindo saat ini juga melakukan diversifikasi bisnis dengan ikut masuk ke perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selain dari proyek-proyek kelas atas lain. Totalindo merupakan perusahaan kontraktor yang menangani proyek hunian DP Rp 0 milik Pemprov DKI Jakarta.
Pengembang Besar Jarang Masuk Bisnis Rumah Murah
Foto: Danang Sugianto
|
"Selama ini pengembang-pengembang besar memang belum banyak yang masuk, tetapi setidaknya grupnya ada yang masuk," ujarnya di Kementerian PUPR Jakarta, Jumat (8/3/2019).
"Mereka punya grup yang spesialisasi rumah MBR, grup mereka masuk," sambungnya.
Eko sendiri tak mempermasalahkan grup besar masuk dalam bisnis rumah murah. Sebab, memang tidak ada batasan pengembang yang masuk ke bisnis rumah MBR.
"Nggak ada larangan, kan clear ya. Nggak ada obstacle, silakan kalau mau masuk," ujarnya.
Keuntungan Bisnis Rumah Murah
Foto: Danang Sugianto
|
Untuk keuntungan, dia bilang, pengembang sendiri akan menentukan besar keuntungan (margin). Besaran keuntungan ini berlaku kompetisi pasar.
Artinya, lanjutnya, semakin besar pengembang mengambil keuntungan maka berpotensi ditinggal konsumen.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, pengembang diminta mengatur sendiri margin dan seterusnya. Kan ini kompetisi pasar, jadi kalau pengembang dirasa oleh konsumen terlalu besar mengambil untung, ya pengembang lainnya akan masuk, pilihan buat konsumen mana yang paling murah," ujarnya.
Soal rata-rata margin, Eko enggan berkomentar. Dia minta agar ditanyakan langsung ke pengembang.
"Tanya aja ke pengembang," sambungnya.
Halaman 2 dari 5