"Good corporate governance di China itu adalah salah satu yang asing bagi mereka. Oleh karena itu, mereka menempati tempat pertama fraud improper payment," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Kamis (9/5) kemarin.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengaitkan pernyataan KPK tersebut dengan pengawasan pelaksanaan pekerjaan. Dia mengakui pengawasan pekerjaan yang digarap China harus lebih keras dibanding negara lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau good corporate governance itu di bagian Menkeu (Menteri Keuangan). Biasanya kan kami hanya bagian kecil dari satu loan. Itu pun kita minta kalau kita sudah tender. Kalau pelaksanaannya memang kita kerasin," kata Basuki saat ditemui di Kementerian PUPR.
Ada beberapa proyek yang dikerjakan oleh China dalam lingkup PUPR, di antaranya tol Solo-Ngawi-Kertosono, Cisumdawu dan Manado Bitung. Basuki bilang pihaknya memang mengawasi lebih keras untuk pekerjaan yang dilakukan oleh China.
"Pengalaman kami ada di tol Soker (Solo-Kertosono), itu harus dikerasin hanya untuk kejar progres saja. Kemudian di Manado-Bitung, dia kadang-kadang bayar kontraknya yang terlalu kecil, sehingga tidak bisa gerak. Sehingga kita harus cek di situ," katanya.
Basuki bahkan mengatakan ada perbedaan pengawasan antara China dan Jepang. Menurut dia, pekerjaan yang dilakukan Jepang berbeda dengan China.
"Kalau dibandingkan dengan Jepang beda. Jepang itu disiplin dan committed betul dengan apa yang sudah disetujui. Kalau China ini kita harus ikut awasi secara lebih cepat. Kalau kami di lapangan pengawasannya dibiasakan lebih cepat. Kalau Jepang dari segi kita, kita serahkan kepada jepang, itu sudah beres," tutur Basuki. (eds/hns)