Pedagang Curhat Penjualan Turun Gara-gara Medsos Dibatasi

Pedagang Curhat Penjualan Turun Gara-gara Medsos Dibatasi

Arbi Anugrah - detikFinance
Jumat, 24 Mei 2019 14:38 WIB
Ilustrasi pembatasan medsos/Foto: detikINET/afr
Banyumas - Pembatasan penggunaan media sosial dalam beberapa hari ini oleh pemerintah berimbas pada hasil penjualan produk pelaku UMKM di Banyumas. Salah satunya yakni penjualan produk Sambele Muwmuw yang penjualannya menurun karena produknya hanya dijual melalui Instagram.

"Jelas menurun (penjualannya), kalau kerugian secara signifikan belum terlihat, paling tidak perhari Rp 50 ribu - Rp 100 ribu. Jadi itu imbas karena iklan tidak tayang juga di Instagram, karena instagramnya down kan saya tidak bisa ngapa-ngapain, kalaupun saya follow orang pun notifikasi yang diterima tidak langsung," kata Muklis, pemilik sekaligus penjual produk UMKM Sambele Muwmuw, Jumat (24/5/2019).

Menurut dia, selain dirinya menayangkan iklan produknya melalui Instagramnya sendiri, dia juga mengiklankan produknya melalui Instagram kuliner ataupun makanan yang telah mempunyai followers banyak. Tujuannya agar para followernya di Instagram tersebut melihat produknya dan memfollow kembali serta membeli produknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya bisanya melalui Instagram kuliner, makanan yang followersnya banyak, banyak si (Instagram) beda beda juga. Karena yang aku jual itu makanan, makanya kadang cari endorsenya juga orang yang suka makanan," jelasnya.


Dia mengungkapkan jika tugas iklan endorse itu menayangkan produknya Instagram mereka. Biasanya ada yang model video, ada yang foto dengan diskripsinya produknya serta alamat Instagram miliknya. Dan biasanya untuk iklan di Instagram itu tergantung pada followers nya, ada yang gratis sampai yang termahal. Untuk video sekitar Rp 250 ribu dan foto 30-50 ribu persekali tayang tidak dihapus.

Tapi semenjak adanya pembatasan sosial media oleh pemerintah tersebut, iklan yang dia endorse tersebut tiba tiba tidak bisa tayang dan berefek pada penjualannya.

"Waktu down itu sudah tayang iklan dengan endorse sama teman, tapi malamnya malah down karena dibatasin, akhirnya penyebarannya tidak meluas dan aksesnya langsung sulit. Nah sekarang saya juga mau tayangan iklan lagi tapi karena instagramnya masih down makanya belum bisa ditayangkan iklannya," ujarnya.

Padahal pada hari biasanya penjualan produk sambale muwmuw varian teri Medan dan cumi asin yang dia rintis mulai dari nol tersebut sangat diminati oleh mahasiswa dan ibu ibu rumah tangga untuk teman makan. Harga yang dia tawarkan pun per botolnya hanya Rp 25 ribu, tapi Muklis dapat mengantongi pendapatan hingga Rp 1 juta - Rp 1,5 juta per bulan dengan berjualan hanya dengan menggunakan Instagram saja.


"Peningkatan dengan endorse itu jelas ada peningkatan, tapi tidak jaminan juga dengan harga iklan mahal tersebut ada pembelian banyak juga. Tapi setidaknya dengan adanya iklan di medsos bisa menyaring lebih banyak orang untuk melihat produk kita," ucapnya.

Penjualan turun

Pembatasan penggunaan media sosial beberapa hari terakhir ternyata berdampak sangat besar bagi dunia penjualan online yang biasa memanfaatkan media sosial sebagai sarana penjualannya. Bahkan dengan adanya pembatasan medsos tersebut menyebabkan penurunan penjualan hingga 50 persen dan meliburkan para pekerja untuk menurunkan ongkos produksi.

Salah satunya yakni di Kampung Marketer yang ada di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Dimana ditempat tersebut sekitar 620 pemudanya bisa menghasilkan jutaan rupiah dengan membantu memasarkan produk para pelaku pasar online dari seluruh Indonesia menggunakan media sosial setiap harinya dengan bermodalkan smartphone.

"Tugas kami hanya membantu atau mengelola produknya (UMKM). Tapi kalau kita membaca kawan kawan yang berkolaborasi dengan kampung marketer, ibarat sehari bisa berapa juta, sekarang bisa menurun. Itu potret dari semua partner kita ataupun kondisi UMKM atau pebisnis online yang mengandalkan digital," kata Nofi Bayu Darmawan, Owner Kampung Marketer saat dihubungi detikcom, Jumat (24/5/2019).


"Kalau yang mengandalkan digital marketing, kerugain bisa sampai 50 persen, karena UMKM yang jadi partner kita skalanya beda beda, angka itu sudah bisa dibilang mewakili dengan kondisi saat ini," jelasnya.

Dia menjelaskan dengan pembatasan dari pemerintah untuk penggunaan sosmed itu ada beberapa pengaruh, diantaranya di dunia digital dari sisi marketing dimana ada budget yang sia sia atau tidak efektif. Karena pada kondisi normal dapat menjangkau sosmed seperti Facebook, Instagram, tapi karena pembatasan ini ada jangkauan pada gambar produk yang tidak tampil sempurna pada plasment penempatan iklan.

Akibatnya, hanya bisa menjangkau sedikit orang dari biasanya, kalaupun ada yang menjangkau, tampilannya tidak sempurna.
Selain itu ada beberapa pelaku UMKM ataupun toko online yang masih mengandalkan salesnya itu dengan WhatsApp, itupun ikut terganggu.

"Jadi biasanya pelaku toko online, UMKM atau tim marketing di Indonesia itu kirim foto testimoni, foto produk terkendala di situ, otomatis konversi juga menurun, dimana biasanya kita bisa meyakinkan pembeli dengan foto foto produk, foto foto testimoni. Karena sekarang (pembatasan medsos) beberapa orang hanya terbatas pada teks saja, jadi tidak runcing seperti biasanya," ucapnya.

(arb/hns)

Hide Ads