Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rating utang Indonesia mengalami loncatan yang cukup signifikan.
"Alhamdulillah. Ada hal-hal yang cukup baik dari assessment-nya, bahwa S&P yang tadinya BBB- stable langsung meloncat menjadi BBB," kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (1/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebutkan beberapa hal yang membuat S&P menaikkan rating utang Indonesia yang pertama karena laju pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang yang sejajar.
"Karena memang selama beberapa tahun terakhir ini banyak negara mengalami tekanan yang luar biasa dalam perekonomiannya sehingga performance-nya tidak terlalu bagus," ujar dia.
Kedua, lanjut Sri Mulyani, perbaikan peringkat utang Indonesia juga dikarenakan adanya arah perbaikan dari transaksi berjalan yang saat ini masih defisit.
"Kita harus terus berjuang agar capital yang masuk adalah capital yang sifatnya long term. Sehingga kita tidak mudah untuk terganggu oleh kondisi global yang mudah berubah," ungkap dia.
Dikutip dari siaran pers Kementerian Keuangan, S&P menyatakan ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik dari negara-negara peers pada tingkat pendapatan yang sama. Kenaikan rating S&P merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat. Kebijakan Pemerintah telah efektif dalam mempromosikan keuangan publik yang berkelanjutan (sustainable public financed) dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Pertumbuhan PDB per kapita riil di Indonesia mampu tumbuh 4,1 persen berdasarkan rata-rata tertimbang 10 tahun, sementara rata-rata pertumbuhan PDB per kapita riil seluruh dunia yang hanya sekitar 2,2 persen. S&P mengharapkan Indonesia tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi ini di tahun-tahun mendatang.
Selanjutnya, S&P menyatakan peringkat Indonesia juga didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat. S&P memandang beban utang pemerintah relatif ringan. S&P memproyeksikan rasio utang pemerintah akan stabil selama beberapa tahun ke depan, merefleksikan proyeksi keseimbangan fiskal yang stabil. Fiskal defisit Pemerintah yang turun di tahun 2018, diharapkan tetap stabil di bawah 2% selama empat tahun mendatang. S&P juga memproyeksikan net general government debt tetap berada di bawah 30 persen dari PDB, mengingat defisit fiskal dan pertumbuhan nominal PDB yang konsisten.
Kemudian S&P juga meyakini beban utang luar negeri Indonesia masih sangat aman dikarenakan Indonesia masih sangat menarik bagi Foreign Direct Investment (FDI) serta kuatnya akses Indonesia di pasar keuangan Internasional beberapa tahun belakangan ini meskipun terjadi gejolak dan ketidakpastian.
Kenaikan peringkat utang Indonesia dari S&P pada posisi BBB dengan outlook stable tersebut menunjukkan kebijakan Pemerintah Indonesia selama ini sudah berada pada jalur yang tepat dimana kebijakan defisit diambil untuk memberikan stimulus perekonomian melalui strategi counter cyclical dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Selain itu, kenaikan ini menunjukkan kepercayaan lembaga internasional dalam hal ini lembaga pemeringkat kredit terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Lebih jauh, kenaikan rating dari S&P ini diharapkan membawa dampak semakin meningkatnya FDI yang akan masuk ke Indonesia. (hek/hns)