Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan dari komposisi total ULN yang paling tinggi adalah swasta, menurut dia hal ini sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir.
"ULN sektor swasta trennya terus meningkat, sementara ULN pemerintah lambat. Ini sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mengutamakan utang domestik, sehingga pertumbuhannya rendah," ujar Piter saat dihubungi detikFinance, Senin (17/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, Piter mengatakan saat ini rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah yakni kurang dari 30%. Namun ada porsi ULN yang cukup besar yakni 40%.
"Tapi bukan berarti ULN nya terlalu tinggi, saya menilai posisi ULN Indonesia masih dalam kisaran yang rendah," ujar Piter.
Menurut Piter pertumbuhan ULN ini tergantung dengan kondisi yang ada di suatu negara. Sementara itu untuk posisi ULN yang sudah terlalu besar dan menyebabkan risiko gagal bayar pertumbuhan 8,7% itu bisa jadi terlalu besar. Dengan demikian sebaliknya, untuk negara yang posisi ULN nya masih sangat rendah pertumbuhan ULN sebesar 8,7% dapat dikatakan masih sangat kecil.
"Sekarang yang diperlukan adalah memperbesar utang domestik, tapi saat ini kebijakan pemerintah yang mengutamakan utang domestik menurut saya adalah upaya untuk memperbaiki komposisi utang," jelas dia.
Dari data yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) ada peningkatan pada ULN swasta yang meningkat. Sementara ULN pemerintah mengalami perlambatan. Utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%.
"ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2% terhadap total ULN swasta," tulis yang diterbitkan BI. (das/das)