-
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan begitu pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin akan ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih oleh KPU.
Dengan adanya putusan MK itu hampir pasti gejolak politik yang berlangsung panas selama ini akan berakhir. Setidaknya hal itu yang menimbulkan ketidakpastian bagi perekonomian.
Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee respons pelaku pasar modal terhadap kemenangan Jokowi sudah sejak hasil quick count keluar. Saat itu pasar modal terlihat positif.
"Kalau dilihat dari sebelumnya respon pasar memang positif. Saat pertama kali quick count keluar pasar positif, saat pengumuman KPU juga positif. Saat ada serangkaian demo pasar sedikit negatif," ujarnya kepada detikFinance, Sabtu (29/6/2019).
Seperti pada perdagangan 18 April 2018 setelah hasil quick count keluar, saat itu IHSG dibuka langsung menguat 1,35% ke posisi 6.568. Meskipun saat penutupan kenaikannya menjadi 0,4% ke posisi 6.507.
Begitu juga saat KPU menetapkan Jokowi-Ma'ruf memenangkan Pilpres 2019 pada 21 Mei 2019. Pada perdagangan 23 Mei 2019 IHSG tercatat meroket 1,57% ke 6.032. Meskipun saat perdagangan 22 Mei IHSG sempat turun 0,2% yang disebabkan adanya aksi demonstrasi yang sempat rusuh.
Hal itu menunjukkan bahwa pelaku pasar sangat merespons situasi politik tanah air. Ketika gelojak politik berakhir, diyakini pelaku pasar kembali optimistis terhadap perekonomian.
Namun, kemungkinan Jokowi Effect kembali terjadi juga terganjal kondisi. Seperti diketahui saat ini banyak terjadi hal negatif dari kondisi ekonomi dunia, salah satunya perang dagang antara China dengan AS.
Jika tim ekonomi Jokowi-Ma'ruf nantinya bisa mengeluarkan kebijakan yang meredam dampak negatif itu, maka bukan tidak mungkin Jokowi-Effect kembali muncul.
Dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka kepastian Jokowi kembali memimpin Republik Indonesia (RI) semakin besar. Lalu apa dampaknya bagi pasar modal dan rupiah?
Setidaknya setelah MK membacakan putusan hasil sidang sengketa Pilpres 2019, kegaduhan politik akan mereda. Hal itu juga sekaligus mengakhiri ketidakpastian siapa yang akan memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan.
Menurut Hans Kwee selama ini pelaku pasar sebenarnya sangat responsif atas apa yang terjadi dalam proses pemilu.
Seperti pada perdagangan 18 April 2018 setelah hasil quick count keluar, saat itu IHSG dibuka langsung menguat 1,35% ke posisi 6.568. Meskipun saat penutupan kenaikannya menjadi 0,4% ke posisi 6.507.
"Kalau dilihat dari sebelumnya respons pasar memang positif. Saat pertama kali quick count keluar pasar positif, saat pengumuman KPU juga positif. Saat ada serangkaian demo pasar sedikit negatif," ujarnya.
Hans memprediksi IHSG hingga akhir tahun akan berada di posisi 6.750. Sementara untuk nilai tukar diproyeksikan dolar AS akan berada dalam kisaran Rp 14.000-14.500.
Saat ini IHSG tengah berada dalam tren positifnya dan berada di level 6.358. Sementara untuk nilai tukar sendiri saat ini dolar AS setara dengan Rp 14.128.
Menurut Hans, Jokowi sebenarnya juga sudah dalam jalur yang tepat dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca dagang.
Untuk menyelesaikan persoalan yang disebutnya warisan itu adalah mengubah orientasi ekonomi RI dari berbasis sumber daya alam ke manufaktur. Untuk mendorong manufaktur dibutuhkan penopang infrastruktur yang baik.
Kemudian setelah infrastruktur terbangun, dibutuhkan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Tujuannya untuk menopang kebutuhan SDM yang berkualitas saat mengembangkan industri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan bergerak cenderung di zona hijau. Pada akhir pekan kemarin IHSG tercatat menguat 0,68% dari 6.315,436 pada penutupan pekan lalu ke level 6.358,629.
Di awal pekan IHSG sempat bergerak melemah. Namun pada hari pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 oleh MK IHSG menguat.
Pada 27 Juni 2019 IHSG tercatat menguat 0,67% ke 6.352. Lalu pada 28 Juni 2019 IHSG ditutup naik ke 0,09 ke 6.358.
Penguatan IHSG selama sepekan itu juga merupakan yang tertinggi kedua setelah indeks saham Thailand, indeks SET yang menguat 0,77% ke 1.730.
Melansir data BEI, nilai kapitalisasi pasar selama sepekan juga mengalami kenaikan sebesar 0,68% menjadi Rp 7.243,045 triliun dari Rp 7.193,904 triliun pada penutupan pekan lalu.
Sementara untuk rata-rata frekuensi transaksi harian BEI pekan ini mengalami perubahan sebesar 0,17% menjadi 469,421 ribu kali transaksi dari 470,219 ribu kali transaksi pada pekan sebelumnya dan untuk rata-rata nilai transaksi harian BEI yang mengalami perubahan sebesar 0,32 persen menjadi Rp11,345 triliun dari Rp11,381 triliun pada pekan sebelumnya.
Sepanjang tahun 2019, investor asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp 68,797 triliun dan investor asing pada hari ini mencatatkan beli bersih sebesar Rp 9,22 triliun.
Investor dan pelaku pasar di Indonesia memang selalu memantau kondisi keamanan dan politik. Tapi apakah benar suatu figur menentukan keputusan seorang investor?
Pada saat sidang putusan sengketa Pilpres 2019 dibacakan MK, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah menguat. Muncul pandangan bahwa Jokowi Effect kembali mencuat.
Namun menurut Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira kondisi itu bukan karena adanya Jokowi Effect. Dia percaya bahwa investor hanya merespon kondisi keamanan yang berjalan baik saat sidang putusan dibacakan.
"Pasar merespon positif dengan IHSG catatkan kenaikan 0,67% dan rupiah menguat 0,25% saat pengumuman hasil putusan MK. Tapi ini bukan Jokowi Effect melainkan situasi demo yang berjalan kondusif tidak ada kerusuhan dan respon 02 yang menghormati hasil MK," ujarnya kepada detikFinance, Sabtu (29/6/2019).
Memang, lanjut Bhima, dengan keluarnya putusan MK pelaku pasar hanya tinggal menunggu susunan kabinet baru. Harapan utamanya Jokowi-Ma'ruf bisa memilih para menteri di bidang ekonomi yang baik.
"Berlatar profesional, memiliki integritas dan track record yg pro dunia usaha," tambahnya.
Selain itu, menurut Bhima pasar modal dan rupiah juga dipengaruhi faktor eksternal seperti progres positif dari perang dagang dan trend suku bunga acuan dunia
"Pertemuan Trump dan Xi Jinping di forum G20, arah bunga acuan the Fed dan ketegangan AS Iran masih menjadi concern utama para pelaku pasar," tutupnya.