Tradisi Nyerep, Juragan Batik Cari Pekerja Pengganti di 'Jalanan'

Tradisi Nyerep, Juragan Batik Cari Pekerja Pengganti di 'Jalanan'

Robby Bernardi - detikFinance
Senin, 01 Jul 2019 12:05 WIB
Foto: Tradisi Juragan Batik Cari Pekerja Cadangan atau Serep (Robby Bernardi/detikFinance)
Pekalongan - Ada sebuah tradisi unik bagi para pekerja batik di Kota Pekalongan. Namanya 'Nyerep' atau 'Serep'. Layaknya ban cadangan atau ban serep, mereka selalu dibutuhkan oleh para juragan batik untuk menggantikan buruh tetap batik yang tidak berangkat.

Setiap pagi hari kecuali hari Jumat, para calon pekerja pengganti akan berkumpul di Jalan Suprapto, Keradenan Buaran, Pekalongan Selatan.

Pantauan detikcom di lokasi Nyerep, puluhan orang dengan berbagi keahlian dalam proses batik ini menunggu dipinang majikan atau utusannya untuk bekerja, Senin (1/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Di sepanjang jalan setempat, sejak pagi pukul 07.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB nampak berjajar puluhan warga. Ya merekalah pekerja 'Nyerep'. Mereka berkumpul berdasarkan keahlian masing-masing. Dari keahlian cap printing, nyolek, mlorot dan keahlian lainnya terkait pekerjaan proses batik.

Abdul Basyir (49), salah seorang pekerja 'Nyerep' mengatakan bursa kerja jalanan ini sudah berlangsung sejak dirinya kecil.

"Kalau ini sudah ada sejak bapak saya masih bujang. Bapak saya pernah bilang kalau mau cari kerja ya ke Mbendo (nama dukuh setempat) saja," kata Abdul Basyir warga Kota Pekalongan, saat berbincang dengan detikcom.

Selain kata 'Nyerep' bursa kerja jalanan ini juga dikenal dengan kata 'Ngetem' menunggu majikan yang akan meminangnya. Mereka akan dipekerjakan berdasarkan perjanjian lisan dalam hari itu juga.

"Biasanya sih cuman sehari. Syukur-syukur bisa mendapat borongan (borongan akan lebih dari sehari)," tambahnya.

Tidak berapa lama lokasi di sepanjang jalan setempat mulai banyak dipenuhi warga yang 'Ngetem' atau 'Nyerep' ini. Beberapa utusan Juragan batik pun datang menawarkan pekerjaan pada orang-orang yang 'Nyerep' ini.

Transaksi berlangsung secara lisan saja. Jika honor cocok, para pekerja ini akan diberi uang Rp 20 ribu untuk uang sarapan dan kemudian langsung kerja pada hari itu juga.

"Biasanya bayaran di sini diantara Rp 100 ribu, Rp 90 ribu dan Rp 80 ribu perhari. Kalau yang pekerja tetap biasanya Rp 90 ribu, kalau Nyerep suka ada tambahan Rp 10 ribu," katanya.

Tidak saja dari Kota Pekalongan, par pekerja pengganti ini juga berasal dari kabupaten tetangga seperti Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan bahkan Pemalang.

Uniknya, saat mendapat tawaran pekerjaan, mereka akan tawar-menawar uang honor yang diterimanya. Biasanya mereka akan meminta uang honor di atas uang honor para buruh tetapnya.

Haji Abdul Khamid, salah seorang pemilik usaha batik bercerita hampir selalu mencari pekerja pengganti dengan cara ini.

"Dari banyaknya pekerja (tetap) ada saja yang tidak berangkat. Kita carinya disini," katanya usai meminang tiga orang pekerja.

Khamid mengira bursa kerja model jalanan ini sudah berlangsung selama puluhan tahun.

"Dari tahun berapa ya, kurang jelas. Tahun 70-an sudah ada sampai sekarang. Mungkin sejak adanya batik masuk Pekalongan apa ya," katanya.


Menurutnya pada zaman dulu pekerja tidak membawa motor sehingga akan dijemput oleh utusan juragan batik dengan menggunakan kendaraan mobil, setelah tawar menawar harga honor. Namun saat ini banyak pekerja yang sudah memiliki motor. Sehingga setelah bersepakat, pekerja pengganti itu hanya perlu diberi alamat lokasi kerjanya.

Ada hal unik lainnya di tradisi Nyerep. Pekerja yang pada hari sebelumnya sudah mendapatkan pekerjaan akan mengikhlaskan tawaran kerja yang diperolehnya pada keesokan hari pada pekerja lain yang belum dapat tawaran.

Rasa setia kawan senasib terjaga diantara mereka, walaupun mereka tidak berasal dari satu wilayah.


(dna/dna)

Hide Ads