-
PT Pos Indonesia sedang menjadi pembicaraan hangat beberapa hari ini. Awalnya, santer kabar di medsos mengenai teguran anggota Komisi IX DPR bahwa Pos Indonesia nyari bangkrut sampai harus meminjam uang untuk membayar gaji karyawan.
Perseroan pun menampik kabar kebangkrutan tersebut, Pos Indonesia membela diri dengan segudang kinerja yang mereka lakukan selama ini.
Kementerian BUMN pun ikut membela Pos Indonesia. Bagaimana informasi selengkapnya? simak berita yang dirangkum
. Klik halaman selanjutnya.
Menurut Direktur Keuangan PT Pos Indonesia Eddi Santosa, pihaknya tidak bangkrut. Anggapan bangkrut menurutnya sebuah pernyataan retorik tanpa data.
"Tidak benar sama sekali. Bagaimana bisa dibilang bangkrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data," kata Eddi kepada detikFinance, Senin (22/7/2019).
Eddi menjelaskan kinerja perusahaan, pertama permasalahan karyawan, dia mengklaim semua hak karyawan sudah terpenuhi. Mulai gaji, tunjangan, bahkan hingga BPJS, dia juga menegaskan tidak ada PHK yang dilakukan perseroan.
"Hak karyawan tidak tertunda, kenaikan gaji karena cost living adjustment terus diterapkan. Tidak ada PHK karena restrukturisasi. BPJS, iuran pensiun dibayar lancar," kata Eddi.
Selanjutnya, kinerja layanan pun masih lancar dilakukan. Katanya, Pos Indonesia tetap memberikan layanan postal 6 hari dalam seminggu.
"(Pos Indonesia) Masih bisa memberikan Layanan Pos Universal 6 hari per minggu. Postal Services di luar negeri melayani layanan pos universal tinggal 4-5 hari per minggu," papar Eddi.
Lalu, mengenai pinjaman Eddie menjabarkan bahwa pinjaman memang dilakukan, namun bukan cuma untuk bayar gaji karyawan. Pinjaman digunakan untuk seluruh modal kegiatan perusahaan, dan gaji karyawan ada dalam biaya operasional di dalamnya.
"Kalau pinjam uang buat bayar gaji, nggak akan ada yang kasih pinjam. Pinjaman itu untuk modal kerja, hal yang sangat wajar dalam bisnis
Membayar gaji termasuk dalam biaya operasi," kata Eddi.
Pembayarannya pun disebut Eddi terkendali dengan baik. Aset perseroan pun masih dimiliki penuh tanpa agunan apapun.
"Semua utang lancar, krediturnya Bank Pemerintah dan Bang Asing terkemuka di dunia. Semua aset dalam kendali full, tidak ada yang diagunkan," kata Eddi.
"Turn over jasa keuangan sekitar Rp 20-an triliun per bulan," tambahnya.
Eddi menjelaskan ada juga pendapatan lewat layanan pemerintah. Mulai dari penjualan materai hingga kurir pemerintahan, rata-rata menghasilkan Rp 800 miliar per tahun.
"Pendapatan yang bersumber dari APBN, government services. PSO, fee distribusi materai, fee collecting pajak, jasa kurir surat dinas, rata-rata sekitar Rp 800-an miliar per tahun," kata Eddi.
Perseroan juga disebut Eddi mendapatkan rating yang cukup bagus. "Pos mendapat rating A- dari lembaga pemeringkat nasional terkemuka PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)," tutupnya.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menampik kabar kebangkrutan Pos Indonesia, dia mengatakan pihaknya tidak pernah mendengar isu tersebut.
"Kalau bangkrut kok ndak pernah ada isu itu ya," kata Harry saat dihubungi detikFinance.
Lebih lanjut Harry menilai, bahwa Pos Indonesia adalah perusahaan yang sehat. Tidak bangkrut, justru Pos Indonesia akan terus berkarya katanya.
"Kami memastikan bahwa Pos Indonesia masih terus berkarya, hak-hak karyawan dipenuhi. Pos Indonesia adalah perusahaan yang sehat," ujar Harry lewat keterangan resminya.
Kementerian pun menegaskan akan mengawasi dengan seksama perkembangan Pos Indonesia agar tetap berkarya dan menjalankan fungsinya. Pos Indonesia sendiri menurut Harry, sedang melakukan transformasi yang meliputi semua aspek baik bisnis, anak usaha, SDM dan keuangan.
"(Pos Indonesia) melakukan transformasi untuk menjadi BUMN yang lebih kuat dan terus melayani masyarakat hingga ke seluruh pelosok Tanah Air," tutup Harry.
Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai Pos Indonesia kurang responsif pada perubahan model bisnis logistik. Hal ini menurunkan daya saing Pos Indonesia di pasar.
"Penyebabnya karena (Pos Indonesia) kurang melakukan antisipasi terhadap perubahan model bisnis logistik. Perusahaan BUMN gagal bersaing dengan pemain-pemain swasta baru yang lincah dan inovatif," kata Bhima kepada detikFinance.
Padahal kata Bhima, pertumbuhan bisnis logistik cukup tinggi. Bhima pun heran di tengah potensi bisnis yang besar mengapa Pos Indonesia malah redup dan kalah saing.
"Bisnis logistik sendiri pertumbuhannya masih cukup tinggi yakni 8,28% per triwulan I 2019 itu data BPS (Badan Pusat Statistik). Di era e-commerce, seharusnya bisnis kurir dan logistik melonjak signifikan, lah ini kok berbanding terbalik," kata Bhima.
Salah satu solusi yang diberikan Bhima adalah agar Pos Indonesia lebih berani perbaiki model bisnisnya. Kalau perlu Pos Indonesia bekerja sama dengan pemain e-commerce, ataupun berikan promo yang menarik agar sebaran pasar menjadi lebih baik.
"Solusinya, perbaiki bisnis model dengan perbanyak kerjasama dengan pemain e-commerce, jangan takut berikan promo yang penting marketshare bisa kembali naik," kata Bhima.
Tidak lupa, Bhima juga menyinggung agar ada reformasi pada direksi PT Pos Indonesia. Dia juga mengingatkan agar pemerintah kurangi intervensi politiknya.
"Terakhir lakukan perombakan direksi dan kurangi intervensi politik dari Pemerintah, biarkan berjalan profesional bisnisnya," sebut Bhima.