Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Loto Srinaita Ginting memaparkan, utang dalam bentuk renminbi masih di bawah 1%, yaitu 0,12% (2014), 0,10% (2015), 0,07% (2016), 0,06% (2017), 0,05% (2018), 0,04% (Juni 2019).
Dia menjelaskan, pihaknya akan melihat keuntungan utang Renminbi dibandingkan mata uang lainnya. Ada beberapa pertimbangan yang dilihat, yaitu dari sisi portofolio maupun cost efisiensinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertimbangan lainnya adalah kapasitas pasar Renminbi. Menurutnya harus dilihat apakah itu bisa sustainable, atau dengan kata lain suplainya selalu tersedia.
"Kalau memang arah ke depannya kapasitas pasarnya sustain, ke depannya selalu ada, dan size-nya makin bisa besar, itu juga bisa jadi pertimbangan kami," jelasnya.
Di sisi lain, pemerintah juga mempertimbangkan apakah utang ini bisa disalurkan dalam bentuk rupiah. Jika itu bisa, tidak menutup kemungkinan itu yang akan dipilih pemerintah. Menurutnya banyak faktor yang harus dieksplorasi untuk mempelajari hal tersebut.
"Nah apakah kita memang perlu renminbi account, atau sebenarnya kita dengan adanya fasilitas itu sebenarnya kita, istilahnya secara mudah bisa dapat langsung dalam bentuk rupiah. Itu juga bisa jadi pertimbangan," tambahnya.
(toy/eds)