Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa transformasi ekonomi merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan serta penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan.
"Transformasi ekonomi yang terjadi diharapkan dapat menggeser struktur ekonomi yang semula berbasis komoditas, menjadi ekonomi berbasis investasi, produksi, dan pelayanan yang memiliki nilai tambah tinggi. Hal ini dapat meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dan kualitas hidup masyarakat," kata Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmin mengatakan, selama ini transformasi ekonomi yang dulunya dikenal dengan istilah transformasi struktural hanya membuat peralihan tenaga kerja pindah dari desa ke kota.
"Transformasi struktural diarahkan pada peralihan tenaga kerja dari sektor berbasis sumber daya alam (SDA) ke sektor yang menciptakan nilai tambah atau added values, misalnya industri. Tetapi hal ini memicu terjadinya urbanisasi dari desa ke kota," katanya.
Sementara, transformasi ekonomi yang saat ini digagas oleh pemerintah berfokus pada pemanfaatan potensi desa sebagai basis pertumbuhan ekonomi daerah, yang akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
"Jadi, tidak perlu misalnya petani di desa pindah ke kota menjadi buruh, namun dengan transformasi ekonomi mereka tetap bertani dengan lebih efisien memanfaatkan infrastruktur yang memadai dan teknologi pertanian yang maju, serta kepastian adanya off taker yang akan membeli produk pertaniannya dengan harga yang baik," jelas Darmin.
5 Dasar Transformasi Ekonomi
Kebijakan transformasi ekonomi terdiri atas lima pilar utama, yaitu optimalisasi pembangunan infrastruktur, penguatan implementasi kebijakan pemerataan ekonomi, minimalisasi ketergantungan terhadap modal asing jangka pendek, efisiensi pasar tenaga kerja dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta konfigurasi Investasi untuk mendukung pertumbuhan.
Agar semuanya dapat berjalan, pemerintah memperkuat koordinasi dan dukungan kebijakan dari seluruh sektor di bidang ekonomi, mulai dari kebijakan fiskal, moneter dan keuangan, serta kebijakan dari kementerian teknis.
Pilar pertama, optimalisasi pembangunan infrastruktur berfokus pada upaya mengoptimalkan manfaat yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur pemerintahan saat ini, sembari tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur fisik, non fisik dan digital yang saling terintegrasi. Sejak 2016 hingga 2018, pemerintah memang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Tercatat pada akhir tahun lalu sejumlah 62 Proyek Strategis Nasional (PSN) telah diselesaikan.
Pembangunan infrastruktur akan tetap dilakukan secara bertahap dengan perencanaan yang terintegrasi dan kelengkapan prasarana pendukung, tanpa membebani BUMN secara berlebihan. Tujuannya agar pusat-pusat kegiatan ekonomi saling terintegrasi sehingga tercapai efisiensi bagi kegiatan perekonomian.
Pilar kedua adalah memperkuat implementasi Kebijakan Pemerataan Ekonomi. Kebijakan ini diarahkan untuk mengatasi faktor-faktor ketimpangan melalui pilar kebijakan ekonomi yang berkeadilan. Kebijakan pemerataan ekonomi salah satunya dilakukan melalui Reforma Agraria yang terdiri dari Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Perhutanan Sosial, dan moratorium serta peremajaan perkebunan kelapa sawit.
"Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat mengurangi ketimpangan dan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih berkualitas," tutur Darmin.
Pilar ketiga, meminimalisasi ketergantungan terhadap modal asing jangka pendek diarahkan untuk mengatasi saving-investment gap yang kerap terjadi di Indonesia. Caranya dengan meningkatkan inklusi keuangan melalui utilisasi aset, agar akses masyarakat terhadap sistem perbankan menjadi meningkat.
Baca juga: JK: Tempe Kita Bergantung Petani Amerika |
Untuk menekan kebutuhan terhadap Dolar AS dilakukan pengembangan transaksi non dolar antar negara dan mendorong industri penghasil devisa, antara lain industri non migas berorientasi ekspor, pariwisata, serta jasa yang menghasilkan remitansi.
Pilar keempat yaitu efisiensi pasar tenaga kerja dan peningkatan kualitas SDM. Di tengah gejolak dinamika global dan hadirnya industri 4.0, timbul juga tantangan bagi pemerintah dalam menciptakan regulasi yang mampu menyiapkan SDM berkualitas, serta memastikan pekerja mendapat pekerjaan yang layak melalui peningkatan keterampilan yang berkelanjutan.
"Untuk itu, pemerintah telah melakukan intervensi dalam bentuk kebijakan pendidikan vokasi untuk mempercepat investasi SDM yang kemudian dapat mendukung transformasi ekonomi," ujar Darmin.
Hal tersebut dilakukan dengan cara merevitalisasi kurikulum agar sesuai kebutuhan industri dan menambah instruktur, membakukan standar kompetensi, membangun platform Job Matching antar lembaga vokasi dan industri, pembangunan informasi pasar kerja yang efektif dan berkelanjutan, serta membentuk komite vokasi baik di pusat dan daerah.
Pilar terakhir adalah konfigurasi investasi untuk mendukung pertumbuhan. Saat ini memang ICOR Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara seperti Vietnam dan India. Hal ini menandakan bahwa investasi di Indonesia secara makro kurang efisien.
"Kelima pilar transformasi ekonomi tersebut perlu dijalankan dengan memperhatikan sinergi dan dukungan dari seluruh sektor maupun stakeholder di bidang ekonomi agar kemudian dapat memberikan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat," ucap Darmin.
(fdl/ara)