PR Besar Jokowi Agar RI Tak Ditinggal Investor

PR Besar Jokowi Agar RI Tak Ditinggal Investor

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Minggu, 08 Sep 2019 08:48 WIB
1.

PR Besar Jokowi Agar RI Tak Ditinggal Investor

PR Besar Jokowi Agar RI Tak Ditinggal Investor
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta - Indonesia disebut bukan negara tujuan pindah 33 perusahaan yang hengkang dari China. Paparan Bank Dunia di depan pemerintah menyebutkan hal ini karena Indonesia memiliki banyak aturan yang menghambat investasi masuk.

Persoalannya mulai dari perizinan sampai masalah tenaga kerja. Selain itu apalagi ya pekerjaan rumah Presiden Joko Widodo supaya Indonesia dilirik oleh investor?

Berikut berita selengkapnya:
Peneliti CSIS Fajar B Hirawan mengungkapkan Indonesia sebenarnya tak kalah menarik dengan negara tetangga di mata investor dalam dan luar negeri. Namun memang, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanam modal di dalam negeri.

"Investor itu akan melihat risiko dan keuntungan yang akan diperoleh," kata Fajar saat dihubungi detikcom, Sabtu (7/9/2019).

Fajar menambahkan, daya saing tenaga kerja juga harus menjadi fokus pemerintah. Turunnya investasi padat karya diakibatkan daya saing tenaga kerja masih tertinggal dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

Masalah yang dihadapi misalnya, rendahnya pendidikan tenaga kerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dan pendidikan, serta terkait upah dan biaya tenaga kerja, termasuk biaya pesangon.

Menurut Fajar, pemerintah harus gencar menjalankan program pelatihan vokasi, magang berbasis skompetensi, serta yang tidak kalah penting adalah amandemen UU No. 13/2003, khususnya pasal 156 terkait biaya pesangon.

"Setidaknya, terkait biaya pesangon nilainya perlu lebih kompetitif di ASEAN, sehingga Indonesia akan dilirik oleh investor," imbuh dia.

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, selama lima tahun terakhir ini pemerintah juga sudah cukup banyak melakukan upaya untuk menarik investasi, mulai dari perbaikan perizinan dengan OSS, hingga pemberian berbagai insentif pajak.

"Sesungguhnya Indonesia sudah sangat menarik bagi investor, tetapi hambatan seringkali justru saat investor akan merealisasikan investasinya," ujar Piter.

Hambatan yang muncul misalnya, ada masalah pada pembebasan lahan dan perizinan. OSS menurut Piter masih jauh dari sempurna dan banyak kendala dalam penerapannya.

Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan kurang diliriknya Indonesia terjadi karena perbedaan iklim investasi manufaktur di Indonesia dengan Vietnam.

Menurut dia, rezim perizinan dan insentif di Indonesia yang kurang menarik serta terputus dari rantai pasok global.

"Faktor utama memang karena ruwetnya perizinan relokasi industri manufaktur. Vietnam itu punya sistem perizinan investasi lebih terintegrasi antara pusat dan daerah, sementara Indonesia antara pemerintah pusat dan daerah belum klop," jelas dia.

Bank Dunia memaparkan potensi-potensi dan risiko perekonomian yang akan dihadapi Indonesia di depan pemerintah.

Mulai dari perekonomian yang akan menurun akibat tak ada produkitvitas sampai tak ada potensi aliran modal asing yang masuk ke Indonesia. Berikut paparan Bank Dunia soal 33 perusahaan cabut dari China tak lirik Indonesia:

Banyak perusahaan yang pergi dari China tapi mereka tak akan datang ke Indonesia karena negara tetangga jauh lebih 'welcome' untuk investor. Perusahaan yang pergi dari China itu menilai Indonesia negara yang berisiko, complicated dan membutuhkan proses yang panjang yakni bisa lebih dari setahun.

"Sedangkan proses yang lebih cepat bisa terjadi di Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Taiwan," tulis paparan tersebut, dikutip detikcom, Sabtu (7/9/2019).

Bank Dunia juga mencontohkan pabrik mesin cuci asal Korea pindah dari China ke Vietnam dan Thailand hanya membutuhkan proses 6 hari setelah Amerika Serikat (AS) memberlakukan tarif impor pada 2016 dan menyebabkan biaya ekspor meningkat.

Periode Juni dan Agustus 2019 ada 33 perusahaan yang berada di China mengumumkan rencana memindahkan atau memperluas produksi mereka ke luar negeri. 23 perusahaan akan ke Vietnam, dan 10 perusahaan sisanya akan Kamboja, India, Malaysia, Mexico, Serbia dan Thailand.

Sementara pada 2017, 73 perusahaan Jepang pindah operasi dari Jepang, China dan Singapura ke Vietnam, 43 ke Thailand, 11 ke Filipina dan hanya 10 perusahaan yang ke Indonesia.

Hide Ads