Sementara, pabrik semen Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk menjual semen dengan harga Rp 53.000 per sak.
Praktik tersebut diduga menjadi penyebab PT Indocement Tunggal Prakarsa menghentikan produksinya selama 1,5 bulan ini. Ia menyatakan, sejak Indocement berhenti produksi, CONCH menaikkan harga semennya bertahap ke Rp 60.000/sak, dan saat ini naiknya sekitar 30% menjadi Rp 65.000/sak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyimpulkan, CONCH sengaja menjual rugi semennya. Akan tetapi, ketika kompetitornya 'mati', CONCH mulai menaikkan harga semennya.
"Sekarang mungkin mereka jual rugi atau jual murah, setelah pabrik-pabrik semen Indonesia tutup harga semen yang mereka jual sekarang Rp 50.000an bisa saja naik Rp 80.000. Karena itu lah strategi mereka ingin menghancurkan industri semen nasional kita. Setelah kita hancur, bangkrut, mereka ambil alih dan mereka akan kerek harga," terang Andre.
Menurutnya, berhentinya produksi PT Indocement Tunggal Prakarsa di Tarjun, Kalimantan Selatan itu sudah menjadi bukti berhasilnya praktik predatory pricing CONCH.
"Kalimantan Selatan sudah membuktikan hal itu. Di saat Indocement Tarjun setop 1,5 bulan ini, mereka jual naik Rp 65.000," ucapnya.
Terakhir, Andre berpesan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan KPPU agar menindaklanjuti dengan serius laporannya ini.
"Jadi kami minta KPPU serius bekerja," katanya.
Kami minta Pak Jokowi bangun dari tidurnya. Industri semen kita di pinggir jurang, di ambang kematian dari serbuan industri semen Tiongkok," pungkas Andre.
(hns/hns)