BUMN Kertas Ini Pailit, Penjualan Aset Masih Bermasalah

BUMN Kertas Ini Pailit, Penjualan Aset Masih Bermasalah

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 09 Sep 2019 15:44 WIB
Foto: Achmad Dwi Affriyadi
Jakarta - Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Kertas Leces (Persero) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Suarabaya. Saat ini, aset perusahaan pelat merah itu mulai dijual.

Namun, pembagian aset Kertas Leces ini bermasalah. Lantaran, selaku kreditur separatis PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA yang juga selaku pemegang hak tanggungan Rp 9,5 miliar pada aset berupa tanah dan bangunan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tak mendapat bagian yang seharusnya.

Sekretaris Perusahaan PPA Edi Winanto menjelaskan, pada 25 September 2018 Kertas Leces dinyatakan pailit. Sejak pailit, kreditur memiliki waktu dua bulan untuk mengeksekusi hak jaminan itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini kreditur yang punya jaminan dalam jangka waktu 2 bulan diberi hak melakukan eksekusi hak jaminan itu sendiri," ujarnya di kawasan Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019).

PPA sendiri mulai mengeksekusi aset atau mengajukan lelang pada 9 November 2018 atau sebelum batas waktu yang ditetapkan.

Selanjutnya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan eksekusi lelang pada 11 Desember 2018 dan dimenangkan PT PPA Kapital dengan nilai Rp 11,4 miliar. Namun, pada 26 April 2019, tim kurator yang menyusun laporan penerimaan dan pembagian aset mengumumkan jika PPA hanya mendapat bagian Rp 1,2 miliar. Angka ini jauh di bawah nilai hak tanggungan Rp 9,5 miliar.

"Sampai sekian lama, akhirnya kurator menerbitkan daftar penggantian harta, di mana PPA hanya memperoleh pembagian Rp 1,2 miliar," jelasnya.


Pada 3 Mei 2019, PPA mengajukan perlawanan atau keberatan ke kurator di Pengadilan Niaga Surabaya. Hasilnya, majelis hakim menolak keberatan atau perlawanan PPA.

"Dengan alasan bahwa pelaksanaan eksekusi hak tanggungan telah melewati 2 bulan atas putusan tersebut PPA mengajukan kasasi tanggal 6 September 2019. Yang intinya adalah hakim Pengadilan Niaga Surabaya telah salah atau keliru menafsirkan undang-undang," paparnya.

Menurutnya, Pengadilan Niaga melanggar Pasal 194 ayat 6 Undang-undang Kepailitian dan PKPU berkaitan dengan jangka waktu yang ditetapkan.

"Dua bulan itu kapan pemegang hak tanggungan memulai melaksanakan haknya, bukan pelaksanaan lelangnya," terangnya.

Keberatan lainnya ialah karena nilai yang diberikan tidak sesuai dengan semestinya

"Keberatan kedua, PPA hanya diberikan haknya Rp 1,2 miliar. Padahal sesuai ketentuan undang-undang PPA harusnya menerima hak tanggungan Rp 9,6 miliar," tutupnya.




(fdl/fdl)

Hide Ads