Jika sudah seperti itu maka sama saja seperti merias kaca, akan mudah terhapus. Sementara bagi orang Nasrani, Budha maupun Konghucu, jenazah baru bisa dikebumikan setelah beberapa hari melalui serangkaian acara.
"Saya pernah dapat panggilan jam 2 pagi ke Cilincing. Ya untungnya sekarang sudah gampang ada ojek online. Tapi ya susah juga kadang nyari ojol jam segitu," tuturnya.
Merias mayat juga memberikan tantangan tersendiri bagi pelakunya. Sebab, berbeda penyebab kematian, maka berbeda pula teknik dan penggunaan jenis makeup yang dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk sukanya, tentu bayaran yang diterima si perias jenazah. Menurut Elsa tarif perias jenazah saat ini berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung tempat rumah duka atau rumah sakit dan jenis peralatan makeup.
Elsa sendiri tidak menarik bayaran sepeser pun dari profesinya itu. Sehari-hari dia mengandalkan pemasukan dari merias manusia hidup dan berjualan makeup lokal.
Namun dia menjalani profesinya itu dengan ikhlas. Banyak pelajaran kehidupan yang bisa dia ambil dari profesinya yang bersinggungan dengan kematian itu.
Setidaknya dia jadi ingin terus berbuat kebaikan. Elsa justru takut akan kematian, sebab dia merasa kebaikan yang dia perbuat masih jauh dari kata cukup.
"Kematian itu harus dipersiapkan dengan matang. Karena ketika kita mati, kita tidak bisa kembali lagi. Makanya kebaikan itu jangan ditunda-tunda sekecil apapun itu," tuturnya.
(das/zlf)