Mulanya Sri Mulyani menjelaskan bahwa APBN adalah anggaran untuk menyelenggarakan seluruh kebutuhan negara, dari pusat dan daerah, dari nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, desa, bahkan sampai individual.
Filosofinya, lanjut dia, negara mengumpulkan uang dari rakyat dan dari seluruh kegiatan ekonomi yang memang berkewajiban untuk menyetorkan pajak dan perpajakan. Dengan kata lain uang itu adalah uang rakyat yang dikumpulkan melalui undang-undang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengumpulkan pendapatan, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan direktorat jenderal (ditjen) yang menanganinya, mulai dari Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai. Ditjen Anggaran juga berperan dalam mempertangungjawabkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dia pun menjelaskan peran belanja yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan negara, mulai pertahanan dan keamanan, TNI/Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konsitusi, dan lembaga yudikatif lainnya. Berikutnya untuk belanja lembaga legislatif, mulai dari DPR, DPD, dan sebagainya.
Belanja negara juga dianggarkan untuk sekolah, puskemas, nelayan, petani dan keluarga miskin. Semua itu, jelas dia mendapatkan aliran anggaran APBN dari sisi belanja. Nah, kalau belanja lebih besar daripada penerimaan maka APBN mengalami defisit. Untuk menambal defisit itu maka dibutuhkan utang.
"Kalau belanjanya lebih besar daripada penerimaan maka kita akan defisit dan mengeluarkan surat utang," tambahnya.
(toy/eds)