Di tengah maraknya aksi demo mahasiswa, Samin tetap menjual barang dagangannya yakni pisang dan sukun. Ia menjualnya di bawah tangga penyeberangan Stasiun Palmerah yang menempel pagar DPR. Itu adalah lokasi yang kerap ricuh.
Samin telah 3 kali berjualan di lokasi tersebut. Tiga-tiganya saat demo berujung kerusuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samin mengaku tidak takut berjualan di sana. Sebagai orang tua, ia tak khawatir menjadi korban karena pendemo merupakan kalangan muda. Jadi, dia berpikir, anak-anak muda akan hormat pada orang tua.
Kemudian, saat demo pecah ia mengaku meninggalkan dagangannya. Alhasil, ia pun menderita kerugian karena hal tersebut.
"Kalau gas air mata meleduk, saya kabur dagangan tinggal. Terserah kalau makan, makan kalau keinjek-keinjek aja," ujarnya.
Di lokasi ini, Samin menjual pisang seharga Rp 20 ribu segepoknya dan sukun sekitar Rp 25 ribu. Saat kerusuhan pecah, ia mengaku rugi di hari pertama Rp 250 ribu dan hari kedua Rp 500 ribu.
Hari ini, kata Samin, modal yang kucurkan untuk beli pisang dan sukun Rp 800 ribu. Sementara, dagangan yang terjual sebesar Rp 200 ribu alias masih minus dari modal.
Sementara, Samin sendiri mengaku biasa menjual pisang di Pasar Palmerah. Ia, rata-rata menjual 30 gepok pisang dengan keuntungan rata-rata Rp 100 per hari.
Namun, kakek 7 cucu ini tetap nekat alias tidak kapok menjual pisang dilokasi 'perang' tersebut. Ia beranggapan, rezeki bisa dicari mana saja. Lalu, berharap mendapat untung lebih besar di lokasi ini. Kalaupun rugi, kata dia, bakal ditutup saat berjualan di pasar.
"Ya namanya cari rezeki, dicoba aja," terangnya.
(dna/dna)