"Yang kita sangat prihatin hanya karena satu PT buat perjanjian dengan PT lain. Satu PT punya aplikasi, PT lain punya mobil, hanya karena PT yang punya mobil ini memakai aplikasinya, dibilang itu pelanggaran. Ya kan orang harus punya aplikasi. Ngerti nggak?" katanya di KPPU Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Menurut Hotman, pemakaian aplikasi untuk usaha telah dilakukan saat ini. Hal itu dilakukan juga oleh aplikator lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Hotman Paris Minta KPPU Tak Perkarakan Grab |
Menurutnya, esensi suatu perkara di KPPU ialah harus berakibat pada menurunnya daya saing. Kemudian, merugikan kepentingan umum.
Soal adanya tudingan 'anak emas' order, Hotman menjelaskan, tidak ada yang salah sebuah perusahaan juga memiliki aplikasi juga. Di Grab, tambahnya, terdapat prioritas untuk sopir yang memiliki kinerja baik.
"Kan pertama kalau pun misalnya, saya punya perusahaan taksi terus ada perusahaan online punya saya juga. Salahnya di mana? Emang ada larangan, ya kan? Coba itu dulu. Kalau saya punya perusahaan taksi dan saya pakai punya perusahaan saya, di mana pelanggarannya? Itu kan sah-sah saja," kata Hotman.
"Kalau kalian ngerti tadi, bank ada nasabah prioritas, ada nasabah ini itu tergantung kualifikasi dia punya kelas. Kalau sudah mencapai level tertentu maka diprioritaskan. Baru benar diskriminasi kalau kualifikasi sama, tapi dianaktirikan. Sama seperti persaingan usaha. Ada pesawat business class dan economy. Apakah itu diskriminasi? Karena memang beda kualifikasi. Sama pengemudi di kita, elite plus dan silver," jelas Hotman.
Kembali, Hotman menekankan, pelanggaran persaingan usaha jika mengganggu kepentingan umum.
"Konteks persaingan harus mengganggu kepentingan umum, kalau nggak ada, nggak bisa dong, makanya saya bilang ini perkara perdata murni, kalau ada sopir keberatan ya gugat," tutupnya.
(dna/dna)