Tuntutan buruh yakni, menolak kenaikan UMP berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2015 yang naik 8,51% dan menolak revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
Terkait hal itu, Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus mengatakan, kenaikan UMP tahun 2020 sebesar 8,51% yang terbaik yang ada saat ini. Dikarenakan didasari oleh variabel yang terukur, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dinar, memang terdapat beberapa wilayah yang merasa keberatan terhadap kenaikan tersebut. Hanya saja, keberatan tersebut tidak dilengkapi oleh data dan informasi. Dengan demikian, kenaikan sebesar 8,51% ini merupakan jalan yang terbaik karena didasari oleh variabel yang terukur, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Ada dari asosiasi pengusaha datang kemari untuk minta agar kenaikannya sekitar 5-6% saja, sementara buruh minta 10-15%. Namun kedua permintaan tersebut tidak didasari oleh data empiris yang kuat. Jadi 8,51% ini sudah terbaik," kata Dinar.
Dinar pun menyebut keinginan buruh yang ingin UMP naik sekitar 10-15%, perlu dilengkapi oleh data-data empiris, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuknya. Walaupun tuntutan tersebut didasarkan oleh survei, namun sampai saat ini pemerintah belum menerima dasar dari survei tersebut.
"Selama ini banyak pihak yang menyatakan keberatan atas peraturan tersebut, tetapi tidak pernah memberikan ide konkret dan implementatif hal-hal apa saja yang perlu diubah dari peraturan tersebut. Sekarang kami sedang mengumpulkan bahan-bahannya," kata dia.
Adapun, terkait revisi UU Ketenagakerjaan, ia menegaskan bahwa selama ini belum ada proses revisi UU Ketenagakerjaan. Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan terkait revisi UU Ketenagakerjaan.
"Kami belum ada draft-nya, jadi kalau mereka bilang menolak, sebenarnya apa yang ditolak," ujarnya.
(ara/ara)