-
Jelang pengumuman dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) serempak oleh para Gubernur pada 1 November 2019, ribuan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jakarta menggelar aksi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kamis (31/10/2019).
Adapun salah satu tuntutannya yaitu, mereka menolak kenaikan UMP berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 yang naik 8,51% atau menjadi Rp 4,2 juta/bulan.
Ribuan buruh dari beberapa daerah yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Para buruh menuntut upah minimum provinsi (UMP) yang naik 8,51% atau menjadi Rp 4,2 juta.
Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan, pihak dewan pengupahan nasional sudah memiliki hitungan sendiri, yang mana kenaikan itu seharusnya berada di angka rata-rata 15% atau mencapai Rp 4.532.117/bulan.
"Kalau ditanya berapa kisarannya, presentase yang kami minta adalah di 15% kenaikan UMP 2020 ini," tutur Aziz kepada detikcom, Kamis (31/10/2019).
Riden mengatakan, angka tersebut didapat dari hitungan sesuai UUD No.13 Tahun 2003 yang berdasarkan 78 item kebutuhan hidup layak (KHL).
"Informasi dan laporan yang sudah kami terima, kebutuhan hidup layak itu dulu hanya 60 item. Sekarang sudah menjadi 78 item. Gunakan sekarang parameternya tidak lagi yang 60 item. Tapi setidaknya yang 78 item itu," jelas Aziz.
Aziz meminta, acuan KHL kembali digunakan untuk menghitung UMP. Tidak seperti sekarang yang hanya menggunakan inflasi pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) seperti tertuang dalam PP No. 78 Tahun 2015.
Bila hanya menggunakan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja menurutnya kenaikan UMP belum mampu mengimbangi kenaikan biaya hidup.
"Ini sangat ironis dalam situasi kami para pekerja, kenaikan upahnya dibatasi dengan PP 78 yang hanya parameternya inflasi saja dan PDB, ini tidak seimbang," katanya.
Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus mengatakan, kenaikan UMP tahun 2020 sebesar 8,51% yang terbaik yang ada saat ini. Dikarenakan didasari oleh variabel yang terukur, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Angka ini kan diambil dari inflasi nasional sebesar 3,39% ditambah dengan pertumbuhan ekonomi 5,12% menjadi 8,51%, sesuai dengan PP 78/2015 tentang Pengupahan," kata Dinar, dalam keterangan tertulis Kemnaker, Kamis (31/10/2019).
Menurut Dinar, memang terdapat beberapa wilayah yang merasa keberatan terhadap kenaikan tersebut. Namun, keberatan tersebut tidak dilengkapi oleh data dan informasi.
"Ada dari asosiasi pengusaha datang kemari untuk minta agar kenaikannya sekitar 5-6% saja, sementara buruh minta 10-15%. Namun kedua permintaan tersebut tidak didasari oleh data empiris yang kuat. Jadi 8,51% ini sudah terbaik," kata Dinar.
Dinar pun menyebut keinginan buruh yang ingin UMP naik sekitar 10-15%, perlu dilengkapi oleh data-data empiris, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuknya. Walaupun tuntutan tersebut didasarkan oleh survei, namun sampai saat ini pemerintah belum menerima dasar dari survei tersebut.
"Selama ini banyak pihak yang menyatakan keberatan atas peraturan tersebut, tetapi tidak pernah memberikan ide konkret dan implementatif hal-hal apa saja yang perlu diubah dari peraturan tersebut. Sekarang kami sedang mengumpulkan bahan-bahannya," katanya.