Jakarta -
Program dana desa memiliki tujuan yang sangat besar, yaitu memajukan desa di seluruh Indonesia. Mulai dari kapasitas sumber daya manusia (SDM) hingga ketersediaan infrastruktur di wilayah tersebut.
Program dana desa sudah diimplementasikan Pemerintah sejak 2015 hingga saat ini. Anggarannya yang besar dan terua bertambah setiap tahunnya justru diduga dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satu caranya adalah munculnya desa tak berpenduduk alias desa 'hantu'.
Desa 'hantu' di sini bukan desa berhantu. Melainkan sengaja dibentuk untuk mendapatkan aliran uang dari program dana desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak selengkapnya di sini:
Berdasarkan rangkuman detikcom, Sabtu (9/11/2019), program dana desa dimulai tahun 2015. Pada saat itu, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20,7 triliun. Melihat banyak perubahan pembangunan infrastruktur di desa, pada tahun selanjutnya alokasi anggaran dana desa naik drastik menjadi Rp 46,98 triliun di tahun 2016.
Anggaran tersebut kembali ditingkatkan oleh Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) pada saat itu. Di mana, tahun 2017 ditetapkan anggaran dana desa sebesar Rp 60 triliun. Sedangkan tahun 2018, naik menjadi Rp 70 triliun.
Pada tahun 2019, Pemerintah memutuskan untuk tetap mengalokasikan anggaran dana desa sebesar RP 70 triliun. Anggaran tersebut disalurkan untuk 74.597 desa. Dengan begitu Pemerintah sudah mengeluarkan anggaran untuk program dana desa sebesar Rp 267,62 triliun.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menganggarkan dana desa pada tahun 2019 sebesar Rp 70 triliun. Alokasi dana tersebut meningkat drastis jika dibandingkan pada awal implementasi program tersebut sebesar Rp 20,7 triliun di 2015.
Program dana desa baru diimplementasikan Pemerintah pada tahun 2015 atau di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK). Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan banyak desa tak berpenduduk alias 'desa hantu' yang bermunculan.
Sri Mulyani menduga bahwa desa tak berpenduduk ini sengaja dibentuk untuk memanfaatkan anggaran dana desa yang sejak 2015 sampai saat ini selalu meningkat anggarannya.
Berdasarkan rangkuman detikcom, Sabtu (9/11/2019), ada 74.597 desa yang masuk pada program ini. Pada tahun 2015 Pemerintah menganggarkan dana desa sebesar Rp 20,7 triliun dengan begitu maka satu desa mendapatkan jatah rata-rata Rp 280 juta.
Pada 2016, Pemerintah meningkatkan anggaran dana desa menjadi Rp 46,98 triliun atau masing-masing desa mendapatkan Rp 628 triliun. Pada tahun 2017, anggaran dana desa meningkat menjadi Rp 60 triliun atau masing-masing desa mendapat Rp 800 juta.
Sedangkan pada tahun 2018 dan 2019, Pemerintah mengalokasikan anggaran dana desa menjadi Rp 70 triliun. Di mana, masing-masing desa mendapatkan alokasi sebesar Rp 900 juta.
Anggaran yang cukup tinggi ini diduga menjadi pemicu munculnya desa tak berpenduduk. Namun, bagaimana cara mencairkan dana desa?
Berdasarkan PMK Nomor 225/PMK.07/2017 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa mengubah cara-cara dan mekanisme Pencairan Dana Desa 2018 sekarang melalui tiga tahap atau skema baru dari yang sebelumnya hanya dua tahap.
Dalam beleid itu, pencairan dana desa tahap satu ditetapkan sebesar 20% untuk periode Januari. Tahap kedua ditetapkan 40% untuk periode Maret. Sedangkan tahap ketiga ditetapkan 40% untuk periode Juli.
Adapun, mekanisme, cara dan tahapan pencairan dana desa sesuai aturan yang berlaku bergantung pada perangkat desa itu sendiri. Pasalnya, Pemerintah Pusat menyalurkan dana desa dari KUN (Rekening Kas Umum Negara) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah).
Untuk pencairan tahap satu, perangkat desa harus menyiapkan peraturan desa (Perdes) tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Lalu, perangkat desa juga harus memiliki peraturan daerah mengenai APBD, dan selanjutnya ada peraturan kepala daerah mengenai tata cara pengaokasian dana desa per desa.
Tahap kedua, syarat yang harus dipenuhi oleh perangkat desa adalah membuat laporan realisasi penyaluran penyerapan dana desa tahun sebelumnya. Lalu, membuat laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output pelaksana dana desa tahun sebelumnya.
Sedangkan untuk tahap ketiga, perangkat desa harus membuat laporan realisasi penyaluran dana desa dengan minimal penyerapan sudah mencapai 75 persen. Lalu, memiliki laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output dana desa sampai dengan tahap kedua. Jika syarat tersebut tidak bisa dipenuhi, maka alokasi anggaran dana desa tidak bisa dicairkan.
Halaman Selanjutnya
Halaman