Pemerintah Putar Otak Genjot Rasio Pajak Saat Ekonomi Loyo

Pemerintah Putar Otak Genjot Rasio Pajak Saat Ekonomi Loyo

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Jumat, 15 Nov 2019 22:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatalan tantangan untuk terus meningkatkan penerimaan negara saat ini menjadi persoalan yang tidak mudah. Pasalnya, pengaruh pelemahan ekonomi global juga berdampak ke dalam negeri termasul ke dunia usaha.

"Tantangan untuk terus meningkatkan penerimaan tidak mudah. Tahun ini betapa banyak dunia usaha mengalami tekanan dari pengaruh global," kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).

Sri Mulyani menambahkan fenomena tersebut juga berdampak ke penerimaan pajak hingga Oktober. Namun ia tak merinci berapa angka penerimaan terkininya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu terefleksikan dari penerimaan pajak sampai bulan ke-10," tuturnya.

Sri Mulyani mengatakan pelemahan ekonomi menjadi momen pemerintah menjalin hubungan yang lebih baik dengan dunia usaha. Pemerintah dihadapkan pada kemungkinan shortfall namun segala hal untuk mengejar penerimaan tidak bisa dihalalkan.

"Kalau itu dilakukan ekonomi makin pelemahan. Sesuatu tidak ingin terjadi pada siklus bisnis yang sedang menurun,c ujarnya.


Saat dunia usaha lesu, kata Sri Mulyani, maka dibutuhkan sedikit kelonggaran.

"Kita memahami kalau penerimaan pajak menurun tidak berarti kami tidak melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi," tambahnya.

Dirjen Pajak Ikut Bingung

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo memutar otak dalam meningkatkan rasio pajak. Rasio pajak Indonesia saat ini berada di level 10-11%.

Suryo mengatakan meningkatkan rasio pajak di saat ekonomi sedang lesu menjadi tugas yang terbilang berat.

"Meningkatkan tax ratio saat ekonomi mengalami gangguan. Ini tugas sangat berat kami emban," kata Suryo.


Target penerimaan pajak dalam APBN 2019 dipatok sebesar Rp 1.577 triliun. Penerimaan pajak sendiri per akhir Agustus baru Rp 920 triliun.

"Oleh karena itu kami perlu dapat dukungan dari para pihak. Tujuannya bukan untuk DJP tapi untuk pembangunan negara yang berkelanjutan," katanya.


(ara/dna)

Hide Ads