BPS mengumumkan ekspor Oktober 2019 terkontraksi atau turun 6,13% year-on-year (YoY) dan impor turun 16,39% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 160 juta.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan angka defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta. Sementara konsensus dari Reuters dan Bloomberg juga meramal terjadi defisit masing-masing US$ 280 juta dan US$ 240 juta.
Sulit untuk merayakan surplus neraca perdagangan ini, karena kinerja ekspor masih belum membaik. Kontraksi ekspor Oktober menggenapi penurunan ekspor yang terjadi selama 12 bulan alias setahun.
Tak hanya ekspor, impor juga turun, bahkan lebih dalam. Pada Oktober, impor bahan baku/penolong turun 18,76% YoY sementara impor barang modal turun 11,35%. Impor bahan baku dan barang modal akan berubah menjadi realisasi investasi dalam tempo beberapa bulan ke depan.
Secara bulanan (month-on-month/MoM), impor bahan baku/penolong masih naik 6,17%. Namun impor barang modal turun 5,87%. Dalam setahun terakhir, rata-rata pertumbuhan impor barang modal hanya 0,58% MoM, sementara bahan baku/penolong malah terkontraksi 0,96%.
Perkembangan impor bahan baku/penolong dan barang modal yang agak mengkhawatirkan ini membuat prospek investasi menjadi samar-samar. Tentunya hal tersebut menimbulkan pertanyaan pada investasi yang diharapkan bisa tumbuh lebih tinggi.
Artikel asli berita ini dapat dibaca di CNBC Indonesia dengan judul Simak, Fakta Soal Ekonomi Indonesia Tidak Baik-baik Saja . (eds/eds)